Cerita sebelumnya...
Day 5 - Jumat, 27 Desember 2019
Danau Taman Hidup - Desa Bremi
Pagi itu ntah kenapa semangatku begitu berlebihan menyambut menyapa hangatnya sinar mentari. Rasaku... Semalam maupun pagi itu, aku tak menyantap makanan atau minuman dengan dosis gula yang berlebih. Ku tak bisa berdiam diri membendung semangat itu, ingin sekali kubergegas keluar dari balutan sleeping bag yang menghangatkanku tadi malam. Sepertinya... Aku... Aku belum terlalu ikhlas untuk menyudahi kesyahduan pagi, pagi seperti kala itu. Pagi yang tak akan pernah aku rasakan syahdunya seperti di kota. Kegalauanku seketika melanda, rasa tak rela melepas begitu menggenggam erat, berjalan cepat bersama waktu pagi itu. Rasa bahagia, rindu, sedih dan haru, melebur jadi satu yang menghadapkanku pada sebuah realita bahwa peradaban kota telah memanggilku kembali dengan segala rutinitas yang monotone. Yap, itu adalah hari terakhirku, hari dimana aku berada dipenghujung cerita indah yang tertoreh selama aku berada dalam perjalanan menuju puncak Argopuro.
Sang mentari dengan perlahan mulai menampakan wujudnya, menggores mewarnai kabut tipis yang berada disekelilingnya. Indah.. Ya, memang indah.
Sembari menikmati pemandangan indah itu, kami harus segera mempersiapkan diri untuk menerima dan tidak terus terlena dengan pesonanya. Kami harus menyiapkan sarapan dan segera kembali pulang. Yap, sekarang waktunya move on!
...
Pukul 08.00, setelah selesai mempacking seluruh bawaan, kami bergerak meninggalkan Danau Taman Hidup. Perjalanan untuk sampai ke Desa Bremi akan memakan waktu lebih kurang 4 jam, dengan jalur yang begitu sangat jelas walaupun banyak percabangan. Berhubung berhari-hari lalu intensitas hujan begitu sering, jalur tanah dan turunan yang akan kami lalui terasa sangat sulit dilalui karena kelicinannya semakin bertambah. Beberapa kali aku harus terpeleset, jatuh seperti sedang bermain prosotan waktu TK dulu. Hahaha! Tak sempat ku mengabadikan moment-moment indah itu, karena melewatinya saja membutuhkan perhitungan yang tepat dalam mencari tumpuan kaki. Jikalau tidak, kita bisa cidera ringan, atau cidera parah.
3 jam berjalan... Saat jalur tanah berubah menjadi jalan cor, betapa bahagia hati ini, seolah menandakan basecamp dan peradaban kota sudah semakin dekat.
Namun sayang seribu sayang, setelah berjalan lebih kurang 40 menit, belum juga nampak dimana letak basecamp. Sepanjang perjalanan, kanan dan kiri kami hanyalah hamparan perkebunan milik warga. Sesekali melintas motor dan warga yang hendak beraktivitas di kebun mereka. Saat kembali berjalan 10 menit, akses jalan raya dan rumah penduduk sudah terlihat. Girangnya hati tak terbendung karena berhasil menyudahi perjalanan itu dengan sempurna, sehat, tanpa kurang suatu apapun. Rehat sejenak menikmati nikmatnya bakso dan es dogan bersama dengan rekan seperjalanan adalah pilihan yang tepat saat kelelahan berhari-hari.
Dari warung bakso menuju Basecamp Bremi jaraknya masih cukup jauh. Kita harus berjalan kaki lebih kurang 15 menit untuk tiba. Basecamp inilah yang akan menjadi titik akhir pendakian kami, sekaligus titik awal perjalanan kami untuk kembali pulang ke kota kami masing-masing.
Terima kasih, Argopuro! Kalau orang bertanya kepadaku, seperti apa Argopuro? Aku akan menjawab : 'Dia indah, tapi bikin sakit juga.' Setidaknya perjalanan kali ini memberikan kesan untuk tetap terus berjuang. Tidak untuk pemula, percayalah!
Syahdu, kan? |
Sang mentari dengan perlahan mulai menampakan wujudnya, menggores mewarnai kabut tipis yang berada disekelilingnya. Indah.. Ya, memang indah.
Sembari menikmati pemandangan indah itu, kami harus segera mempersiapkan diri untuk menerima dan tidak terus terlena dengan pesonanya. Kami harus menyiapkan sarapan dan segera kembali pulang. Yap, sekarang waktunya move on!
...
Pukul 08.00, setelah selesai mempacking seluruh bawaan, kami bergerak meninggalkan Danau Taman Hidup. Perjalanan untuk sampai ke Desa Bremi akan memakan waktu lebih kurang 4 jam, dengan jalur yang begitu sangat jelas walaupun banyak percabangan. Berhubung berhari-hari lalu intensitas hujan begitu sering, jalur tanah dan turunan yang akan kami lalui terasa sangat sulit dilalui karena kelicinannya semakin bertambah. Beberapa kali aku harus terpeleset, jatuh seperti sedang bermain prosotan waktu TK dulu. Hahaha! Tak sempat ku mengabadikan moment-moment indah itu, karena melewatinya saja membutuhkan perhitungan yang tepat dalam mencari tumpuan kaki. Jikalau tidak, kita bisa cidera ringan, atau cidera parah.
3 jam berjalan... Saat jalur tanah berubah menjadi jalan cor, betapa bahagia hati ini, seolah menandakan basecamp dan peradaban kota sudah semakin dekat.
PHP maksimal, jalannya masih sangat jauh gengs |
Namun sayang seribu sayang, setelah berjalan lebih kurang 40 menit, belum juga nampak dimana letak basecamp. Sepanjang perjalanan, kanan dan kiri kami hanyalah hamparan perkebunan milik warga. Sesekali melintas motor dan warga yang hendak beraktivitas di kebun mereka. Saat kembali berjalan 10 menit, akses jalan raya dan rumah penduduk sudah terlihat. Girangnya hati tak terbendung karena berhasil menyudahi perjalanan itu dengan sempurna, sehat, tanpa kurang suatu apapun. Rehat sejenak menikmati nikmatnya bakso dan es dogan bersama dengan rekan seperjalanan adalah pilihan yang tepat saat kelelahan berhari-hari.
Dari warung bakso menuju Basecamp Bremi jaraknya masih cukup jauh. Kita harus berjalan kaki lebih kurang 15 menit untuk tiba. Basecamp inilah yang akan menjadi titik akhir pendakian kami, sekaligus titik awal perjalanan kami untuk kembali pulang ke kota kami masing-masing.
Terima kasih, Argopuro! Kalau orang bertanya kepadaku, seperti apa Argopuro? Aku akan menjawab : 'Dia indah, tapi bikin sakit juga.' Setidaknya perjalanan kali ini memberikan kesan untuk tetap terus berjuang. Tidak untuk pemula, percayalah!
- End
Komentar
Posting Komentar