Cerita sebelumnya...
[ BACA : GUNUNG ARGOPURO : DAY 2 - Hujan Kemarin Menyisakan Cerita untuk Hujan Hari Ini ]
Day 3 - Rabu, 25 Desember 2019
Cisentor - Rawa Embik
Hari ini adalah hari ketiga pendakian kami menuju Puncak Argopuro. Perjalanan 8.5 jam kemarin membuat kondisi fisikku cukup terkuras, belum lagi 'penyakit' gak bisa tidurku kumat sehingga membuat diriku gak bisa tidur sepanjang malam. Menunggu pagi itu rasanya sangat lama, membosankan dan juga melelahkan. Walaupun demikian semuanya itu tak mengurangi semangatku untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Belum juga merasakan nikmatnya sarapan, perutku berkontraksi hebat. Mengasingkan diri dari keramaian, mencari lapak lapang menjadi tugas pertamaku pagi itu. Sebuah kenikmatan yang hakiki untuk menjadi dekat, semakin dekat, dan lebih dekat dengan alam.
Setelah menyelesaikan tugas nan penting itu, kembali kubuatkan roti dan energen sebagai sarapan pagi, penambah semangat sebelum memulai perjalanan panjang. Berhubung ini adalah hari ke-5 aku tak mandi, cuci muka, atau bahkan sikat gigi (jigong dan bau iler udah kemana) dengan wajah yang tak karuan bentuknya, ku langkahkan kaki turun menyusuri aliran air dimana kemarin aku jatuh.
...
Setelah selesai melakukan ritual tersebut (keramasan, mencuci muka, sikat gigi dan mencuci-cucian), segera kami mempacking ulang seluruh barang bawaan dan melanjutkan perjalanan menuju Sabana Lonceng, tempat perhentian terakhir sebelum menuju puncak. Perjalanan hari itu kami mulai pukul 07.45. Dengan semangat yang ada perlahan kami langkahkan kaki meninggalkan Cisentor. Cerita perjalanan hari itu baru saja dimulai, tapi ingin rasanya ku bernyanyi : 'Mendaki gunung, lewati lembah. Semuanya terasa indah namun menguras tenaga.' Perjalanan yang tidak mudah itu mengharuskan kami melewati bukit-bukit yang cukup terjal, keluar masuk savana, ngulang-ngulang begitu saja selama 2 jam 15 menit. Jalur pendakian terlihat begitu sangat jelas, banyak penanda yang bisa dijadikan patokan untuk membawa langkah kita menuju Rawa Embik. Tiap hembusan nafas menjadi saksi lelahnya tubuh. Tingginya Edelweis yang mengapit perjalanan kami pun tak hanya ingin sekedar menjadi saksi, namun eksistensinya seolah ingin menunjukkan keanggunan dan keindahan secercah cerita pegunungan Argopuro.
Rawa Embik - Sabana Lonceng
Saat itu menujukkan pukul 10.00 dan kami akhirnya pun tiba di Rawa Embik. Panas, terik, lelah membuatku hampir terlenah untuk tak lagi melanjutkan perjalanan. Ingin rasanya ku bermalas-malasan di Savana yang membentang luas, menikmati suara dan kicauan burung yang berterbangan di alam bebas.
Oh ya, setahuku dari Rawa Embik sampai ke Danau Taman Hidup sudah tak lagi memiliki sumber mata air. Oleh sebab itu, ketika berada di Rawa Embik kita dapat mengisi dan mempersiapkan cadangan air untuk beberapa waktu ke depan.
Tak dibiarkan berlama-lama bermalasan, segera kami bergegas pergi meninggalkan Rawa Embik menuju Sabana Lonceng. Savana, dan bukit-bukit terjal masih mendominasi perjalanan sebelum sampai ke titik perhentian terakhir kami di hari ketiga itu. Puncak sudah terasa semakin dekat, cuaca yang tadinya begitu cerah dan terik, dengan segera berubah menjadi gelap mendung seolah ingin turun hujan. Siang itu, sekitar pukul Pk. 11.50 kami tiba di Sabana Lonceng. Tubuh begitu sangat lelah tak terkatakan, aku pribadi sendiri ragu bisa kuat untuk muncak ke salah satu puncak tertingginya (Puncak Rengganis).
Sebelum fix memutuskan muncak ke Puncak Rengganis yang berjarak tempuh lebih kurang 20 menit dari Sabana Lonceng, kami lebih dulu mengisi tenaga dengan memberi makan cacing-cacing di perut yang udah bunyi-bunyi dari tadi. Tak mau lama-lama membuang waktu, setelah makan siang, kami putuskan untuk langsung mendirikan tenda sementara meletakkan keril bawaan nan berat itu, dan muncak.
Sempat kami berpikir untuk tidak ngecamp di Sabana Lonceng dan melanjutkan perjalanan ke Danau Taman Hidup, namun keputusan kami lagi-lagi ada benarnya. Turun dari Puncak Rengganis, hujan pun akhirnya turun membasahi. Tanpa pikir panjang, tak banyak bicara ataupun berdiskusi, kami langsung mendirikan tenda.
Lokasi camp Sabana Lonceng bukan berada di tengah savananya, namun lokasi yang paling strategis, kita dapat mengambil bagian tepi kanan atau kiri savana. Pada tepi kanan dan kiri savana terdapat lapak rata yang di tumbuhi pepohonan rimbun yang dapat menolong dan melindungi kita dari terpaan angin yang membawa udara super dingin.
[ BACA : GUNUNG ARGOPURO : DAY 2 - Hujan Kemarin Menyisakan Cerita untuk Hujan Hari Ini ]
Day 3 - Rabu, 25 Desember 2019
Cisentor - Rawa Embik
Hari ini adalah hari ketiga pendakian kami menuju Puncak Argopuro. Perjalanan 8.5 jam kemarin membuat kondisi fisikku cukup terkuras, belum lagi 'penyakit' gak bisa tidurku kumat sehingga membuat diriku gak bisa tidur sepanjang malam. Menunggu pagi itu rasanya sangat lama, membosankan dan juga melelahkan. Walaupun demikian semuanya itu tak mengurangi semangatku untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Belum juga merasakan nikmatnya sarapan, perutku berkontraksi hebat. Mengasingkan diri dari keramaian, mencari lapak lapang menjadi tugas pertamaku pagi itu. Sebuah kenikmatan yang hakiki untuk menjadi dekat, semakin dekat, dan lebih dekat dengan alam.
Setelah menyelesaikan tugas nan penting itu, kembali kubuatkan roti dan energen sebagai sarapan pagi, penambah semangat sebelum memulai perjalanan panjang. Berhubung ini adalah hari ke-5 aku tak mandi, cuci muka, atau bahkan sikat gigi (jigong dan bau iler udah kemana) dengan wajah yang tak karuan bentuknya, ku langkahkan kaki turun menyusuri aliran air dimana kemarin aku jatuh.
...
Setelah selesai melakukan ritual tersebut (keramasan, mencuci muka, sikat gigi dan mencuci-cucian), segera kami mempacking ulang seluruh barang bawaan dan melanjutkan perjalanan menuju Sabana Lonceng, tempat perhentian terakhir sebelum menuju puncak. Perjalanan hari itu kami mulai pukul 07.45. Dengan semangat yang ada perlahan kami langkahkan kaki meninggalkan Cisentor. Cerita perjalanan hari itu baru saja dimulai, tapi ingin rasanya ku bernyanyi : 'Mendaki gunung, lewati lembah. Semuanya terasa indah namun menguras tenaga.' Perjalanan yang tidak mudah itu mengharuskan kami melewati bukit-bukit yang cukup terjal, keluar masuk savana, ngulang-ngulang begitu saja selama 2 jam 15 menit. Jalur pendakian terlihat begitu sangat jelas, banyak penanda yang bisa dijadikan patokan untuk membawa langkah kita menuju Rawa Embik. Tiap hembusan nafas menjadi saksi lelahnya tubuh. Tingginya Edelweis yang mengapit perjalanan kami pun tak hanya ingin sekedar menjadi saksi, namun eksistensinya seolah ingin menunjukkan keanggunan dan keindahan secercah cerita pegunungan Argopuro.
Edelweisnya tinggi-tinggi 3-5 Meter |
Rawa Embik - Sabana Lonceng
Saat itu menujukkan pukul 10.00 dan kami akhirnya pun tiba di Rawa Embik. Panas, terik, lelah membuatku hampir terlenah untuk tak lagi melanjutkan perjalanan. Ingin rasanya ku bermalas-malasan di Savana yang membentang luas, menikmati suara dan kicauan burung yang berterbangan di alam bebas.
Oh ya, setahuku dari Rawa Embik sampai ke Danau Taman Hidup sudah tak lagi memiliki sumber mata air. Oleh sebab itu, ketika berada di Rawa Embik kita dapat mengisi dan mempersiapkan cadangan air untuk beberapa waktu ke depan.
Tak dibiarkan berlama-lama bermalasan, segera kami bergegas pergi meninggalkan Rawa Embik menuju Sabana Lonceng. Savana, dan bukit-bukit terjal masih mendominasi perjalanan sebelum sampai ke titik perhentian terakhir kami di hari ketiga itu. Puncak sudah terasa semakin dekat, cuaca yang tadinya begitu cerah dan terik, dengan segera berubah menjadi gelap mendung seolah ingin turun hujan. Siang itu, sekitar pukul Pk. 11.50 kami tiba di Sabana Lonceng. Tubuh begitu sangat lelah tak terkatakan, aku pribadi sendiri ragu bisa kuat untuk muncak ke salah satu puncak tertingginya (Puncak Rengganis).
Gerbang menuju Sabana Lonceng |
Sabana Lonceng |
Sebelum fix memutuskan muncak ke Puncak Rengganis yang berjarak tempuh lebih kurang 20 menit dari Sabana Lonceng, kami lebih dulu mengisi tenaga dengan memberi makan cacing-cacing di perut yang udah bunyi-bunyi dari tadi. Tak mau lama-lama membuang waktu, setelah makan siang, kami putuskan untuk langsung mendirikan tenda sementara meletakkan keril bawaan nan berat itu, dan muncak.
Puncak Rengganis |
Sempat kami berpikir untuk tidak ngecamp di Sabana Lonceng dan melanjutkan perjalanan ke Danau Taman Hidup, namun keputusan kami lagi-lagi ada benarnya. Turun dari Puncak Rengganis, hujan pun akhirnya turun membasahi. Tanpa pikir panjang, tak banyak bicara ataupun berdiskusi, kami langsung mendirikan tenda.
Lokasi camp Sabana Lonceng bukan berada di tengah savananya, namun lokasi yang paling strategis, kita dapat mengambil bagian tepi kanan atau kiri savana. Pada tepi kanan dan kiri savana terdapat lapak rata yang di tumbuhi pepohonan rimbun yang dapat menolong dan melindungi kita dari terpaan angin yang membawa udara super dingin.
Siang itu, kami memilih untuk beristirahat di Sabana Lonceng dan melanjutkan perjalanan ke esokan harinya.
Komentar
Posting Komentar