Langsung ke konten utama

GUNUNG RAUNG : Perjalanan Menggapai Puncak Sejati - 3344 MDPL

Raung, 3344 MDPL I'm coming!!!

Pucuk dicinta ulampun tiba. Gayung bersambutlah pokoknya! Cerita kali ini bisa dibilang kebanyakan drama, namun sangatlah menyenangkan. Kenapa enggak, keinginan awak beberapa tahun silam akhirnya kesampean, baca nih -> K E S A M P E A N. Rasa penasaranku begitu menggebu, nancap sampai ulu untuk menunggu moment itu, akhirnya terealisasi. Moment opo toh neng? Ya... Pokoke berhasil muncak dan megang plakat Mt. Raung yang dikenal sebagai gunung yang memiliki trek paling ekstrem se-Pulau Jawa. Sebelum menceritakan detail perjalananku, aku ingin sodara-sodari kenal akan gunung ini.



Raung... Secara administratif, kawasan gunung Raung termasuk dalam wilayah di tiga kabupaten yaitu Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Dan secara geografis, lokasi gunung Raung berada dalam kawasan komplek Pegunungan Ijen, dan dinobatkan menjadi gunung yang memiliki puncak paling tinggi dari gugusan pegunungan tersebut. Raung sendiri memiliki 4 titik puncak, yaitu Puncak Bendera,  Puncak 17, Puncak Tusuk Gigi, dan yang paling tertinggi ialah Puncak Sejati. Dari beberapa jalur pendakian yang ada, jalur terfavorit para pendaki tentu melewati Kalibaru, kenapa? Karena jalur ini akan mengantarkan pendaki sampai pada Puncak Sejatinya (3344 MDPL). Oh ya, jika dibandingkan dengan Kerinci, Rinjani, Semeru, Latimojong yang pernah aku datengin, Raung memang memiliki special case. 

Cerita Gn. Kerinci

Cerita Gn. Rinjani

Cerita Gn. Semeru

Cerita Gn. Latimojong

Dikalangan para pendaki pun Raung diberi predikat S2. Mengapa? Kalau kita naik ke Kerinci, Rinjani, Semeru, Latimojong, dsb, kita tidak membutuhkan keahlian khusus untuk mencapai puncaknya, berbeda dengan Raung. Untuk mencapai Puncak Sejati, kita membutuhkan keahlian khusus dalam urusan tali-temali yang notabene-nya ga semua orang bisa, termasuk aku salah satunya. Tak hanya perkara skill tali-temalian, yang selanjutnya perlu sodara-sodari ketahui yaitu Raung adalah salah satu dari sekian banyak gunung yang tidak memiliki sumber air yang mengalir, jadi bisa dipastikan pendaki HARUS BISA punya skill juga dalam me-manage air yang dibawa dari basecamp. Oke, selain dari pada kesiapan fisik, pemahaman medan, skill pertalian, managemen logistik (air khususnya), ada satu hal lagi yang tidak kalah lebih penting, yaitu mental. Bagi yang phobia ketinggian, aku sarankan untuk naik gunung ini, dijamin phobia ketinggiannya langsung ilang. Haha! Sekian perkenalanku tentang gunung ini, sekarang saatnya aku memperkenalkan siapa saja yang menemani aku dalam pendakian ini.
Yap! Kali ini aku masih setia berkelana dengan Reza (temen muncak dalam tiap kesempatan) dan juga Sigit (temen muncak dalam tiap semester). Tak hanya betiga saja, kita ketambahan seorang lelaki dan tiga orang perempuan yang sangat luar biasa (pokoknya sangking luar biasanya, kalau naik posisinya paling belakang alias lambet, bettt, beeeeetttt. Turunnya? Juga paling nyantai, juaralah pokoknya, LOL!). Sebut saja lelaki yang sangat panjang sabar itu bernama Iman (doilah yang selalu setia kek rexona, nemenin tiga perempuan itu), dan tiga perempuan itu bernama Lina, Abi, dan Elgi. Singkat saja, Lina adalah emak dari kedua bocah - Abi dan Elgi. Kebayangkan nanjak sama emak-emak rasanya begimana? #sekian
Untuk Raung, aku sangat merekomendasikan membawa guide yang tahu kondisi dilapangan. Oleh sebab itu, pendakianku kali ini, kami memilih raungcamp untuk menjadi partner yang akan mengantarkan kami pada puncak sejati. Kalian bisa cek fasilitas paket yang ditawarin langsung ke IG-nya. Menurutku cukup worthed, dan pelayanannya juga oke! #langsungajadipantau

...

Untuk menuju Kalibaru (meeting point), sebenarnya kami bisa terbang naik pesawat dari Jakarta menuju ke Banyuwangi, namun kami tidak memilih opsi itu. Setelah dipikir dan dihitung matang-matang, kami memilih menempuh perjalanan darat a.k. 'ngeteng'. Tentu ini akan memakan waktu yang lebih lama, namun sangat jauh lebih murah.
Singkat cerita, jauh sebelum keberangkatan, kami pun berlomba dengan para pemudik memesan tiket Kereta Api. Drama pun dimulai, bagian ini hampir membuat mentalku down. Mengapa? Aku sudah bela-belain begadang mantauin tiket, keluar masuk aplikasi, cek rute sana sini buat sampe ke Malang / Surabaya / Yogya dari St. Pasar Senen sebagai tempat transit sebelum ke st. Kalibaru, malah akunya sendiri gak kebagian, tiket habiss ludes dalem hitungan menit! Dalam hati mikir kalud, masak iya harus pending lagi naik Raung. Namun, karena hokki si Reza gede banggeettttt, doi yang semalemnya ketiduran dan bangunnya subuh, berhasil dapet tiket KA St. Ps. Senen tujuan St. Malang dengan seat kursi mental sana sini. Aku dan Sigit digerbong 8, sedangkan Reza digerbong 1. Wes bodo amat, gpp yang penting bisa pergi pikirku. Yess!!

Hari H pun tiba...

Kamis, 6 Juni 2019 - H+1 Eid Al Fitr 1440 H (St. Pasar Senen - St. Malang) 
Aku, Reza, Sigit, dan Iman janjian untuk ketemu langsung di St. Pasar Senen. Tentu ini akan menjadi perjalanan yang sangat membosankan, perjalanan jauh dan tak ada teman mengobrol sepanjang jalan. Kerjaan di atas kereta ya makan-tidur-maen hape-repeat. Gitu-gitu ae sepanjang jalan, hingga akhirnya kereta menibakan kami di St. Malang pukul 08.00, keesokan harinya.



Jumat, 7 Juni 2019 - St. Malang - St. Kalibaru
Welcome to St. Malang... 
Ketika sampe di stasiun, kami memutuskan untuk segera keluar mencari makanan. Tak jauh dari stasiun, persis diseberangnya, berjejer banyak warung yang menjual jajanan, tinggal pilih aja mau makan apa. Tak pikir panjang, kami pun langsung mengisi perut yang mulai keroncongan itu dengan soto dan rawon yang harganya relatif murah.





Rawon seharga 15K
Seusai makan, kami masih memiliki banyak waktu untuk leye-leye nyantai, bobo cantik, ngopi, atau bahkan kalau mau joged-joged ria pun bisa, hingga menunggu tiba waktu dimana kami harus meneruskan perjalanan kereta menuju St. Kalibaru. Dari Malang menuju Kalibaru, tak sepanjang hari kemarin. Penasaran, dan semangat yang membara mengiringi kami sampai tujuan.


Gabut bett dah
Welcome to St. Kalibaru...



Setibanya di St. Kalibaru, bagai anak ayam kecebur dalem got yang belum mandi 2 hari, kami langsung menaiki ojek stasiun. Gak pake tawar nawar lagi, cukup bilang : 'Pak, ke rumah Pak Aldi.' kami langsung dihantarkan ke basecamp Pak Aldi. Dari stasiun menuju basecamp jaraknya cukup jauh, kurang lebih memakan waktu sekitar 15-20 menit. Dan inilah kisah dari drama selanjutnya. Sebelumnya di grup Whatsapp, kak Lina udah bilang : 'Selamat  menempuh ojek tanpa rem. Lucu kok.' Dalam benakku, gak ada pikiran yang aneh-aneh, atau takut, atau sejenisnya, setelah sampai dan mengalami, aku baru tahu kalau bener-bener si abang ojeknya bawa motor super ngebut, ngelewatin jalan bebatuan, dan satu lagi yang bikin aku jantungan dan ga berhenti doa, ojeknya memang gak pake REM cuyyy! Hati udah berdeser, dan juga udah dibilang berkali-kali : 'Pak, pelan aja, pelan aja Pak, yang penting sampe.' Mulut juga udah berbusa ngomongnya, diabaikan juga ei, tetep aja ngebut. Dalam hati mikir dan hanya bisa berdoa, kira-kira doanya begini : 'Tuhan, hidup matiku malem ini, kayaknya bukan ditanganMu tapi ditangan Bapak ini, lindungilah anakMu, anakMu ini belum mau mati. Mau naik gunung kok begini amat.' Hahaha! (Mohon maaf ya sodara-sodari, karena sudah terlalu malam, dan kondisi juga ga memungkinkan untuk mendokumentasikan, jadi ga ada fotonya untuk bagian ini.)
15 menit menegangkan pun berlalu, menibakan kami di basecamp Pak Aldi. Kami disambut dengan hangat oleh Bang Ope, dan Bang Nuggi. Bang Ope adalah guide yang akan menemani kami, sedangkan Bang Nuggi yang akan membriefing detail kegiatan kami ke depan selama 3 hari.
Seusai briefing karena waktu itu sudah terlalu malam, kami memutuskan untuk segera mempacking ulang seluruh bawaan, mandi, dan lanjut beristirahat.

Sabtu, 8 Juni 2019 - Basecamp Pak Aldi - Camp 7
Alarm membangunkanku pukul 05.00. Dikarena ga mau ngantri mandi, segera kupersiapkan diri dan mulai membangunkan yang lain. Sesuai jadwal, kami harus berkumpul di Pos Pendaftaran pukul 07.00 untuk di briefing singkat sekali lagi sebelum memulai perjalanan.


Sigit - Reza - Aku - Iman - Abi - Elgi - Lina



Setelah di briefing, kami naik ojek lagi dan langsung ngegas ke pos 1. Ojek kali ini masih manusiawi, dan gak seserem ojek semalem. Jarak tempu dari Pos pendaftaran menuju Pos 1 memakan waktu lebih kurang 20 menit, tapi kalau sodara-sodari mau hemat atau berolahraga, bolehlah kalau mau jalan kaki, biar dapet tuh capek-capeknya. Tapi kalau sodara-sodari ingin mempersingkat waktu, aku saranin mendingan naik gojek aja, yang sekali jalan cuma 35k doank.



Selama perjalanan dari Pos Pendaftaran menuju Pos 1, kami melewati perkebunan kopi milik perhutani. Perjalanan panjang melewati jalan setapak yang hanya bisa dilewati 1 sampai 2 motor saja. Warung kopi milik Pak Sunarya adalah penanda bahwa kami telah sampai Pos 1. Disini kita bisa bercengkrama dengan kel. Pak Sunarya sambil menikmati secangkir kopi yang disediakan. Tak berlama-lama, setelah 15 menit kami leye-leye, kami langsung mengangkat keril, dan berjalan menuju Camp 1.








Pos 1 - Camp 1
Dari Pos 1 menuju Camp 1 menghabiskan waktu sekitar 45 menit. Jalur landai, yang dibuka dengan melewati kebun kopi sebelum melewati batas kebun dan hutan. Jalan belum terlalu menanjak namun cukup panjang (ini paling ngeselin, jalurnya setipe dengan sambutan Gn. Latimojong yang waktu itu pengen buat aku pulang). Batas hutan akan mengantarkan kita pada area Camp 1.







Camp 1 - Camp 2
Jalur menuju Camp 2 sebenarnya sama saja dengan trek sebelumnya. Cukup landai namun sangat panjang. Dari Camp 1 membutuhkan waktu sekitar 1.5 jam untuk sampai di Camp 2.








Camp Area 2
Camp 2 - Camp 3
Waktu menunjukkan pukul 10.30, dengan semangat yang masih membara, kami melanjutkan perjalanan. Jalan melewati punggungan sudah mulai menanjak, sesekali kami berhenti untuk beristirahat. Waktu tempuh menuju Camp 3 yang berada diketinggian 1656 mdpl memakan waktu sekitar 1 jam. Tak berbeda jauh dengan Camp 2, Camp 3 ditandai dengan area tanah lapang yang bisa dipakai pendaki untuk mendirikan beberapa tenda. Dikarenakan semangat masih sangat membara, tak berlama kami beristirahat, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Camp 4 yang memakan waktu kurang lebih 1 jam 15 menit.



Suhu kelelahan



Camp Area 3
Camp 3 - Camp 4
"Yuk jalan lagi, kita tunggu Kak Lina di Camp 4 saja. Percuma juga jalan cepet-cepet, tenda kita juga di bang Ope, dan frame Sigit juga di Iman." Ujar Reza.
Jalanan awal cukup landai, namun dipertengahan jalan mulai turun naik dan berliku melewati punggungan. Kami pikir perjalanan akan cukup panjang dan melelahkan, tapi ternyata kami hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk sampai pada Camp 4. Dari Pos 1 - Pos 4, vegetasi hutan masih sangat rapat, tertutup, terlebih kabut mengiringi langkah kami, sehingga sengat mentari tak langsung terik menyinari kulit kami. Waktu menunjukan pukul 12.45, menibakan kami pada Camp 4. Camp 4 juga ditandai tanah lapang yang bisa dibangun tenda.





Camp Area 4
"Kita makan disini aja ya, sambil nunggu yang lain." Ujar Sigit yang telah menunggu kami.
"Siap. Sambil nunggu yang lain aja."
...
30 menit berselang, seusai kami beristirahat, makan siang, dan bahkan sempetnya ngopi, batang hidung Kak Lina, Abi, Elgi dan juga Iman tak juga kelihatan. Tampaknya mereka tertinggal cukup jauh dari kami. Dalam penantian yang tak berujung untungnya Bang Ope ingat dan berhasil menyusul kami.
"Kalian udah makan? Kalian duluan aja, mereka masih jauh. Tenda yang aku bawa, kalian yang bawa saja. Aku yang back up mereka." Kata Bang Ope.
"Siap bang, ketemu di Camp 7 aja ya. Kami jalan duluan." 
Kami mulai bertukar isi tas, dan selesainya kami langsung memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Camp 5.

Camp 4 - Camp 5
Target kami saat itu ialah sebelum magrib kami harus sudah sampai di Camp 7. Perjalanan menuju Camp 5 memakan waktu kurang lebih 1 jam, dengan trek yang mulai menanjak. Tubuh tak bisa dibohongin cui, kelelahan sesekali membuatku berhenti dan beristirahat. Pada Camp 5, vegetasi hutan masih sangat rapat dan juga tertutup. Tak berlama ngaso, kami melanjutkan perjalanan kami.








Camp 5 - Camp 6
Dari Camp 5 menuju Camp 6 membutuhkan waktu sekitar 45 menit, dengan jalur yang semakin terjal dan menanjak. Sangat layak jika tenaga sangat terkuras dibuatnya. Tepat pukul 14.52, kami tiba di Camp 6. Rasa hati senang gembira, tinggal satu Camp lagi yang harus di lewati sebelum kami bisa beristirahat dengan tenang. Ntahlah gimana kabar Kak Lina, Abi, Elgi dan Iman saat itu, kami terus melanjutkan perjalanan. 







Sigit nyari signal gaes!
Camp 6 - Camp 7
Dengan tenaga yang masih sisa, dan nafas yang seadanya, kami terus melanjutkan perjalanan kami menuju area Camp 7 tempat dimana kami akan mendirikan tenda, dan beristirahat melepas malam. Area Camp 7 dikatakan luas juga tidak, namun disini kita mendirikan tenda, dan kurang lebih bisa menampung sekitar 15 tenda. Jarak tempuh menuju Camp 7 cukup jauh, membutuhkan waktu 1.5 jam setengah untuk sampai. Jalur yang tadinya didominasi dengan vegetasi hutan yang cukup rapat, kini mulai terbuka. Camp 7 berada diketinggian 2541 mdpl dengan area terbuka, tempat kita bisa menikmati indahnya sunset bahkan sunrise.
Waktu menunjukan pukul 16.26, tibalah kami di Camp 7. Dari Camp 1 sampai Camp 6, hanya Camp 7 lah yang punya shelter kecil. Sayang sekali memang, tempat ini tidak begitu terawat, banyak logistik yang diselip pendaki yang malas membawa turun sisa logistik, alhasil ketika aku berteduh dibawahnya ketetesan kecap manis. Baru enak-enak nyantuyyy, kudu gerak pindah posisi.







Tak berlama nyantuy di luar, Reza dan Sigit segera membangun tenda. Sambil menunggu yang lain sampai, aku sambil memasak makanan. Kak Lina sampai di Camp 7 pukul 18.30, selisih waktu dengan kami sekitar 2 jam, sedangkan kedua anaknya, Abi, Elgi dan Iman sampai pukul 20.00, bener-bener nyantuyyy, kelewatan santuyy-nya ya shay.
Beruntungnya dari pagi hingga sore itu, cuaca cukup bersahabat sehingga tubuh tak terlalu oleng dibuatnya. Malam ini kami harus benar-benar beristirahat, karena kami akan mulai jalan untuk summit attack pukul 02.00 dini hari. 

Minggu, 9 Juni 2019 - Camp 7 - Puncak Sejati - Camp 7
Pukul 01.00
'Mba Novi, bangun... Mas Sigit, Mas Reza, Mas Iman, Kak Lina, Banguuunnn...' Suara kecil Bang Ope membangunkan kami.
Rasanya tubuh masih sangat terlalu malas untuk bangun, hari masih teramat dingin, kantuk masih menghinggapi. Hanya Puncak Sejati yang menjadi penyemangat bagi kami untuk bangun dini hari itu. Kami segera bersiap, mempacking lagi barang-barang yang akan dibawa (air, logistik, berserta alat-alat panjat yang sudah dibawa mandiri dari bawa). 
Belajar dari hari sebelumnya, kami membagi tim kami menjadi dua, yaitu tim 1 - suka ngebut (Aku, Sigit, Reza) dan tim 2 - suka selo a.k nyantuyy (Kak Lina, Abi, Elgi, dan Iman). Kami membawa 2 daypack kecil yang sudah terisi, jaga-jaga supaya kalau Kak Lina, dan anak-anak tertinggal pun mereka punya logistik untuk dimakan. Setelah selesai bersiap, pukul 02.15 dini hari, kami mulai berjalan menuju Camp 8. 

Camp 7 - Camp 8
Benar saja, Sigit si kaki honda, dan Reza si kaki sepeda, berjalan lebih dulu meninggalkan kami. Awalnya aku, Kak Lina, Abi, Elgi dan Iman jalan bareng-bareng, namun dikarenakan mereka terlalu santuy, dan udara begitu dingin, aku memutuskan untuk berjalan sendiri dan bergabung dengan grup lain menuju Camp 8. Disini aku bertemu teman baru, ngobrol di trek sampe napas engos-engosan. Trek menuju Camp 8 cukup terjal, kita harus melewati punggungan yang turun naik. Sekitar 45 menit kami sampai di Camp 8. Camp 8 ditandai tanah lapang yang hanya cocok untuk mendirikan 2 tenda. Disini kami sempet beristirahat lama, duduk ngopi, nyemil, sambil ngobrol ngarul ngidul.





*Foto diambil waktu perjalanan turun, karena waktu naik, jalur masih sangat gelap

Camp 8 - Camp 9
Menuju Camp terakhir, jalan masih tetap berkelok dan menanjak. Camp 9 adalah area terakhir sebelum menuju Puncak Bendera. Pepohonan yang rimbun, udara dingin, menambah sesak pagi itu. Waktu yang kami butuhkan untuk sampai di Camp 9 sekitar 1 jam 15 menit, cukup panjang dan menyita tenaga. Kami sampai tepat pukul 04.30, masih sangat sepi, dan disini ku jumpai Sigit, Resa, dan beberapa pendaki lain sudah sampai, melanjutkan tidur mereka. Kami yang sudah sampai lebih dulu HARUS nunggu teman-teman lain juga sampai di Camp ini. Jikalau dari Warung Pak Sunarya - Camp 9 kami diizinkan berjalan sendiri, berbeda dari Camp 9 - Puncak, kami harus menunggu aba-aba dari guide kami.







*Foto diambil waktu perjalanan turun, karena waktu naik, jalur masih sangat gelap

Udara pagi itu benar-benar dingin, mau lanjut jalan juga ga bisa, alhasil hal yang paling berfaedah saat itu hanya tidur. Baru 15 menit aku memejamkan mata, betapa keselnya aku, persis tempat disampingku tidur, ada yang membakar daun dan ranting kering, kebayangkan rasanya gimana, bukannya jadi hangat, asepnya membuat mataku jadi pedih, sepedih diputusin pacar tanpa alasan. Seeet dah, ingin ku berkata kasar! Hahaha! Akhirnya ku putuskan untuk tidak melanjutkan tidurku, dan setelah cukup banyak rombongan lain datang, kami satu persatu mengantri untuk dipasangkan alat-alat pengaman untuk menapaki puncak, seperti harness, figure, carabiner, dan helm. Setelah dipastikan semua terpasang lengkap, guide mengizinkan kami untuk berjalan. Tentunya gak berjalan sendirian, guide dengan setia memandu dan memperhatikan kami.



Sunrise Camp Area 9
Camp 9 - Puncak Bendera
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai di puncak pertama - Puncak Bendera. Perjalanan menuju Puncak Bendera tidak membutuhkan keahlian atau alat apapun. Begitu sampai di Puncak ini, kita akan disajikan dengan pemandangan yang sangat indah. Pukul 06.04 kami berhasil menapaki puncak pertama Gunung Raung.




View Jalur Pendakian Raung dari Puncak Bendera


Puncak Bendera
Puncak Bendera - Puncak Tusuk Gigi
Welcome to Mt. Raung. Tantangan baru akan segera dimulai. Puncak Bendera adalah awal yang harus kami lewati untuk menggapai Puncak Sejati. Hatiku berdegup seakan tak percaya, seolah aku ragu, bisakah aku melewati Puncak-Puncak ini. Adrenalin tentu sangat teruji, menuju Puncak Tusuk Gigi, kita membutuhkan konsentrasi begitu ekstra dan waspada. Kami harus berjalan melipir melewati bibir jurang di kanan dan kiri kami.
Setelah beberapa menit berjalan, tibalah kami di titik rawan I. Disini kami harus melipir dan lebih tepatnya memanjat tebing yang ketinggiannya mungkin 5 meter. Bagian ini yang paling buat hatiku makin berdegup kencang. Walau pun sudah dipakaikan perlengkapan memanjat, tapi kalau salah hitungan sedikit, tentu saja bakalan berbahaya. Beruntungnya kami tetap dipandu dan diawasi guide yang begitu sabar dan tentunya sudah berpengalaman.









Orang ini yang nemenin aku ke Camp 9 dari Camp 7 sebut saja namanya Bunda

View setelah melewati titik rawan I
Untuk mencapai Puncak Sejati Gunung Raung terdapat beberapa titik rawan yang harus dilewati. Setelah melewati titik rawan I, kita tetap melipir di trek kanan kiri jurang yang akan menibakan kami  pada titik rawan selanjutnya. Titik rawan 2 berada di bawah Puncak 17. Kami harus melipir jalan yang mungkin hanya 25 cm jaraknya dengan jurang disebelahnya. Kami tetap harus berkonsentrasi dan berhati-hati. Oh ya sodara-sodari, jalur dari Puncak sampai titik rawan terakhir, kita tidak bisa jalan bersama-sama apa lagi sempet-sempetnya gandengan sama pacar, mengapa? Kita harus melewati jalur dan titik rawan itu satu per satu bergantian. Jadi kebanyangkan semakin banyak rombongan pendaki yang naik, makan akan semakin lama kita sampai di puncak. 






Bawah jurang tuh! Hati-hati gaes
Dua titik rawan telah terlewati, tapi kami tetap menuruni bukit-bukit batu, dan melihat puncak yang masih sangat jauh. Menuruni Puncak 17 Gunung Raung, perlu berhati-hati karena menuruni tebing sekitar 10 menit dengan menggunakan webing yang sudah dipasang. Setelah itu kita akan melewati jalur setapak yang kecil (muat untuk seorang), lebarnya mungkin 40 cm. Ini tidak seseram yang di video-video lucu itu. Jalan setapak ini dikenal dengan jembatan Shirathal Mustaqim dikalangan pendaki. Kalau takut lihat ke bawah, saranku yang lihat ke depan. Bagi yang phobia ketinggian, jalur ini tentu bagian menarik untuk diceritakan. Mungkin kalian bisa ngesot pake pantat untuk melewatinya. Hhahaha. Untungnya aku biasa saja dan berhasil melewatinya.


Edelweis dijalur pendakian Raung


View sebelah kiri ketika melipir

Puncak Tusuk Gigi yang mulai terlihat dari kejauhan
Setelah jalur setapak itu kita lewati, kita akan menjumpai titik rawan yang terakhir, dimana kita harus menuruni tebing dengan ketinggian 20 meter kurang lebih. Disini sudah ada guide yang menunggu dan memasang peralatan untuk kami turun dan naik kembali. 



Setelah menuruni tebing 20 meter, kami melanjutkan perjalanan dengan jalur turun ke bawah yang mengantakan kami ke punggungan menuju Puncak Tusuk Gigi. Disini kami disuguhi dengan batu-batu besar yang harus di daki, kita bisa mengikuti bendera-bendera kecil yang sudah dipasang pada beberapa titik sebagai penunjuk jalan menuju Puncak Tusuk Gigi. Selama perjalanan kita bisa melihat awan terhampar begitu indah, jurang-jurang, dan juga Puncak-Puncak yang telah kami lewati. Kami tidak lagi perlu menggunakan alat-alat yang dipasang dibadan kami, kali ini harus melipir dan memantapkan kaki untuk berpijak pada batu yang benar layak dipijaki. Puncak sudah kelihatan, tapi kok rasanya ga sampe-sampe. Pelan tapi pasti, kadang juga harus manjat, nunduk lewati lorong bebatu, itu semua tentu tak terbayar ketika ada yang bilang : 'dikit lagi sampe Puncak.' Sungguh bahagia hati ini, kami akhirnya sampai di Puncak Tusuk Gigi. Mengapa dinamakan Puncak Tusuk Gigi? Karena bebatuan lancip tersusun menjulang 3-5 meter, dan mirip kayak Gigi (barangkali).








Sadis bet batu-batunya, bikin tangan lecet
Pose gua waktu di Puncak Tusuk Gigi, BAHAGIANYA...









Puncak Tusuk Gigi - Puncak Sejati
Dari Puncak Tusuk Gigi ke Puncak Sejati sudah tidak terlalu jauh. Dari Puncak Tusuk Gigi, kami melipir ke kanan, dan melewati sebuah tebing yang akan menibakan kami pada jalan menuju Puncak Sejati.





Welcome to Puncak Sejati... Tepat pukul 08.51, kami tiba di Puncak Sejati. Haru, bahagia, bercampur jadi satu mewarnai perasaanku. Keinginanku beberapa tahun lalu, terjawab dan tercoret sudah. Aku tak bisa mendramatisir perasaanku kala itu, Puncak Sejati yang sebelumnya hanya bisa kunikmati indahnya melalui sosial media, kini terpampang nyata dihadapanku. Perjuangan sekian jam terbayar sudah dengan kenikmatan yang disuguhkan, jejeran puncak gunung terlihat dari sini.

Kenyengatan mentari membuatku tak kuasa menahan, seusai berfoto ria, bergegas kami meninggalkan keindahan di Puncak Sejati Raung menuju Camp 7.









Puncak Sejati - Camp 7
Setelah sampai Camp 7, kami memutuskan untuk beristirahat semalam lagi disini dan melanjutkan perjalanan turun keesokan harinya. Senja menjelang, Raung kembali menampakan indahnya, sunset sore kala itu menutup cerita hari itu dan nambah cerita indah perjalananku kali ini.








Senin, 10 Juni 2019 - Camp 7 - Basecamp Pak Aldi
Pagi itu, seolah enggan bergegas pergi meninggalkan Raung, kami terlalu begitu santai untuk mempacking bawaan kami.


Pagi di Camp Area 7








Pukul 16, akhirnya kami tiba di Basecamp Pak Aldi.
Terima kasih Raung, terima kasih teman (Reza, Sigit, Kak Lina, Abi, Elgi, dan Iman sudah menjadi bagian dari ceritaku kali ini), terima kasih Raung Camp telah menjadi rekan trip kami yang begitu sabar mendampingi kami. Maafkan aku untuk rindu yang sampai saat ini belum juga usai, maafkan aku yang hanya menjadi penikmat sesaat keindahanmu. Kami hanya 'kuli' yang tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaan dan keluarga. Suatu saat nanti, akan kuceritakan kisah indah ini kepada anak-cucuku kelak. 7 jam berlalu menjadi saksi keengganan kami untuk menyudahi cerita ini. 
Sekali lagi, terima kasih, Raung dan seluruh orang yang terlibat di dalamnya. Jika aku rindu, kupastikan akan kembali. See you when I see you.

Komentar

  1. Asikkk2.. mantull lahhhh nov....

    BalasHapus
  2. Kyknya kau, mama, ka abi, sma bang iman PALING SANSKUY ya wkwkšŸ˜†šŸ˜‚

    BalasHapus
  3. Sebagai org yg awam gunung, gak terlalu paham ttg gunung Raung, trs September kmrn diajakin temen ke Raung, liat treknya dr googling lsg jiper... Ehh baca ini juga lebih jiper lagi... Hahaha.... Kegnya kudu baik bgt fisik dan mental nya kalo mw naik raung ya... Selamat ya neng nongki udah kesampean ke puncak sejati raung, kamu luar biasa!!

    BalasHapus
  4. WAW..... kayaknya kalau aku naik bakalan jadi rombongan selo ._.

    BalasHapus
  5. Kerennn.. Belum kesampeqn saya nanjak gunung ini.. Tapi gambaran tentang trekingnya udah dapat.. Thanks kaka udah jelasin dengan sangat detail

    BalasHapus
  6. waaah detail banget dan belum kesampean untuk ke raung, semoga taun depan bisa menginjakan kaki di puncak sejati

    BalasHapus
  7. OMG ... ceritaaaaa kamuuuuuuuu bikin aku ikutan mendakinya mbaaakk dari awal sampai akhir .. Selamat yaa udah sampai di puncak Raung. Superkereeenn!

    BalasHapus
  8. Duh aku mules-mules bayangin lewat tusuk gigi dan siratal mustakim. Tapi view di puncak sejati sejatinya sungguh indah dan tak ternilai. Kapan ya bisa ke situ... šŸ™„šŸ™„šŸ™„šŸ™„šŸ™„

    BalasHapus
  9. Selalu suka sama cerita yang mendetail seperti ini...serasa ikut ngalamin petualangannya. seruu! mantap lah pokoknya!

    BalasHapus
  10. bacanya sampe ikut ngos-ngosan juga hahaha. keren parah, kak! gatau lagi mau ngomong apa pokoknya keren :')

    BalasHapus
  11. Waw keren banget kak. Ngebantu bantu buat yg mau kesana :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budget Traveling Palembang - Bali sampai ke Labuan Bajo

Untuk postingan kali ini, saya akan merincikan biaya yang saya keluarkan (pribadi) untuk dua tempat wisata ini. Biaya jalan-jalan ini kurang lebihnya terdiri dari : 1. Biaya transportasi  : a. Pesawat Palembang - Bali b. Pesawat Bali - Labuan Bajo c. Pesawat Labuan Bajo - Palembang d. Trasportasi ke Bandara 2. Biaya Inap Hotel a. Hotel di Bali b. Hotel di Labuan Bajo 3. Biaya Sailing 3D 2N 4. Biaya Lain-Lain a.  Biaya Makan / Kuliner b. Tempat masuk wisata b. Transportasi di Bali dan Labuan Bajo c. Tips ABK 4. Oleh - Oleh ( optional ) 1. Biaya Transportasi a. Pesawat Palembang - Bali (Garuda) 22 Maret 2016 - Rp 900.000,- Untuk pergi ke Bali, ada begitu banyak pilihan maskapai penerbangan. Saya lebih memilih untuk naik pesawat ketimbang jalur darat (ngeteng) dengan alasan ya Sumatera dan Bali itu jauh sekali oi.. Berhubung saya sudah merencanakan dan membeli tiket PLM - DPS 3 bulan sebelum (Desember), saya mendapat harga tiket jauh lebih mur

RAJA AMPAT : Serpihan Keindahan Surga yang Jatuh ke Bumi (PART II : MISOOL ISLAND)

Misool Island!!! Sebuah destinasi yang "katanya" paling wajib dikunjungi kalau berkunjung ke kawasan wisata Raja Ampat. Dan "katanya" lagi,  keindahan alam bawah laut dan  landscape yang ditawarkan di kepulauan Misool begitu berbeda indahnya, melebihi keindahan Kepulauan Wayag atau pun Piaynemo. Pada waktu dan kesempatan kali ini, masih dengan tim yang sama, setelah dikurang dan ditambah dengan beberapa orang yang berbeda, terkumpullah 17 orang yang memiliki tujuan yang sama, ingin menjelajah kepulauan Misool. Yappp! S etelah rehat 2 hari dari menjelajah  Kepulauan Wayag & Piaynemo , kini tiba saatnya aku dapat melihat keindahan Kepulauan Misool secara langsung. Rasa bahagia begitu nyata mewarnai hariku saat itu. Senin, 15 Maret 2021 (PELABUHAN MARINA SORONG - KAMPUNG PULAU KASIM - KAMPUNG HARAPAN JAYA) Pk. 09.00 WIT,  Meet up at Marina Sorong Port "Hari ini kita ketemu di Pelabuhan Marina, Sorong, ya."  .... Siapp! Ku packing -kan   seluruh bawaanku,