Cerita sebelumnya...
[ BACA : GUNUNG ARGOPURO : DAY 1 - Dihajar Kesialan yang Bertubi ]
Day 2 - Selasa, 24 Desember 2019
Mata Air 2 - Alun-Alun Kecil
Basah... diguyur hujan kemarin siang membuat tidurku lelap tak seperti biasanya. Pagi di tempat ini pun berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Mentari merah di ufuk Timur telah menampakan goresnya pukul 04.30, ingin sebetulnya untuk segera bergegas mengeluarkan diri dari dalam bungkusan Sleeping Bag yang menghangatkanku tadi malam. Namun apa daya, belum ada tanda-tanda pergerakan dari kedua rekanku yang masih tertidur pulas. Sembari menunggu mereka bangun, ku coba mengumpulkan nyawa dan semangat untuk memulai perjalanan panjang hari ini. Dalam hati pun berdoa "semoga hari ini perjalanan lancar sampai Cikasur, tidak hujan lagi." 5 menit berselang, ku dengar suara dari sudut tenda paling ujung...
"Udah bangun, Bang." Ujarku ke bang Eko.
"Iya, udah. Udah pagi juga kan?" Balasnya.
Pergerakanku makin menjadi saat ku tahu Bang Eko bangun. Tak berlama-lama, akhirnya ku keluar dari nyamannya dekapan SB, membuka tenda lebar-lebar agar hangatnya mentari masuk ke dalam lapak bermalam kami. Tak lupa ku bangunkan pula Reza, partner paling termager.
"Bangun Za, udah pagi." Sambilku menarik SB yang dipakai.
"Ntar dulu ah, masih jam berapa juga."
"Banggguuuuuuuunnnn." Ku berteriak kecil.
Karena geramnya, Reza pun bergerak dari rasa malasnya.
Sambil ku siapkan roti yang menjadi sarapan kami, Reza dan Bang Eko pun turun mengambil air. Tampaknya dikarena hujan kemarin, air yang mereka ambil kualitasnya tidaklah baik, berwarna cokelat dan rasanya pun sedikit berbau tanah. Tapi setidaknya ini lebih baik dari pada yang mereka ambil kemarin. Usaha kami menampung air hujan kemarin pun juga tak membuahkan hasil, so..... kami masak aja airnya. Setelah sarapan, tak lama kami bergegas mempacking seluruh bawaan.
Hujan kemarin, menambah beratnya bawaan kami, khususnya Reza yang membawa tenda. Yasudahlah, itu semua tak menjadi alasan kami untuk mengeluh. Oh ya, hujan kemarin juga, mempertemukan kami dengan "tetangga" yang berasal dari mana-mana. Dari malam itu sampai malam terakhir di Argopuro, merekalah "tetangga" yang paling setia menemani kami. Bukan karena mereka setia juga sih, ya emang dasar kebetulan aja. LOL! Masih teringatku, saat pertama ku mulai mengobrol dengan mereka. Semua bermula dari tawaran rujak dengan sambal terenak yang mereka tawarkan. Thank you, para Abang yang tak bisaku sebutkan namanya satu-satu!
"Bang, kami jalan dulu ya, sampai ketemu di jalan." Pamitku pada para "tetangga".
Sekitar pukul 07.30 kami memulai perjalanan dari Mata Air 2 menuju Alun-Alun Kecil yang membutuhkan waktu lebih kurang sekitar sejam perjalanan jauhnya. Kontur jalan menuju Alun-Alun Kecil masih sama seperti jalur sebelumnya. Jalur landai menyusuri punggungan gunung dengan kerapatan hutan yang tidak begitu rapat, membuat mata kami dimanjakan dengan indahnya alam yang ditawarkan. Sesekali kami berhenti sejenak untuk berfoto mengabadikan moment.
Saat batas pepohonan berubah menjadi savana menandakan bahwa kami telah tiba di Alun-Alun kecil.
"Bagus banget sih. Aduh... Indah. Ahhh... Foto donk, foto." Begitulah rasa syukurku saat itu, saat melihat hamparan savana terbentang luas di depan mata. Disini kami berhenti sejenak, beristirahat sambil nyemilin snack yang kami bawa.
Alun-Alun Kecil - Alun-Alun Besar - Alun-Alun
"Yuk, lanjut! Udah 5 menit."
Dikarenakan waktu masih terbilang cukup pagi, semangat juga masih menggebu segera kami teruskan perjalanan menuju Cikasur. Dan inilah yang membuat Argopuro menjadi teristimewa untukku. Jalur pendakian via Baderan lintas Bremi SANGAT memanjakanku dengan savananya yang biasa-biasa aja sampai savana nan indah. Menuju Cikasur dari Alun-Alun kecil, ke Alun-Alun Besar, ke Alun-Alun, kita akan melewati banyak savana dari yang terkecil sampai terluas, jalurnya pun di dominasi dengan trek panjang namun landai.
Setelah 3 jam berjalan dari Alun-Alun kecil, akhirnya kami pun tiba di Alun-Alun. Di sini kami putuskan untuk berhenti sejenak dan kembali nyemilin snack. Perjalanan ini menuntutku untuk super strong. *Biasanya kalau naik gunung bebanku gak seberat ini, dan juga biasanya sarapanku porsinya gede, ini hanya makan roti, dan cemil-cemilan doank. Untung aja aku masih kuat dan sehat!
Beristirahat, berteduh di bawah rindangnya pepohonan, mendengarkan kicauan burung, melihat merak, kera, dan elang terbang berkeliaran bebas di jalur membuatku betah untuk berlama-lama disini. Namun, perjalanan masih sangat panjang menuntut kami untuk bergegas dan melanjutkan perjalanan menuju Cikasur.
Alun-Alun - Sungai Qolbu - Cikasur
Jalur menuju Cikasur dari Alun-Alun belum juga berubah, kita masih melewati hutan, naik dan turun bukit, masuk dan keluar savana, masuk hutan lagi,... begitulah seterusnya kami berjalan selama 20 menit hingga akhirnya kami melihat aliran air dari sungai Qolbu yang begitu jernih dari kejauhan. Itu jugalah yang menambah semangat kami untuk segera merasakan segarnya air disana. Oh ya di hari kedua ini, aku sudah menggunakan deker sebagai alat bantuku berjalan, lutut kiriku tiba-tiba sakit walaupun tidak jatuh. Ntah apa yang terjadi dalam perjalanan super strong ini.
Bang Eko begitu nampak bahagia, berlarian ia menyambangi Sungai Qolbu pertanda Cikasur sudah semakin dekat. Waktu menunjukkan pukul 11.35, kami pun tiba di Sungai Qolbu.
"Za, isi air." Ujar Bang Eko.
"Nop, ambil botol."
"Siap."
Disini airnya super seger, super jernih! Ingin rasanya ku tenggelamkan tubuh yang belum mandi 4 hari ini, tapi dikarenakan ga ada tempat untuk berganti pakaian, mendinganan ku tahankan niatku itu.
"Mandi yok?" Ujar Bang Eko.
"Gila lu, mau gantian dimana?" Jawabku.
"Ya disini."
"Gak deh, ntar lu jadi pengen kan gue yang repot. Gue nunggu di Cikasur aja ya." Balasku.
Akhirnya, aku dan Reza meninggalkan Bang Eko yang berniat untuk nyebur, dan meneruskan perjalanan menuju Cikasur. Dari Sungai Qolbu ke Cikasur hanya memakan waktu sekitar 15 menit menaiki sebuah tanjakan yang akan mengantarkan kita ke sebuah savana yang begitu luas. Dulu pada masa penjajahan Belanda, Cikasur digunakan sebagai landasan pesawat yang berada di ketinggian 2.200 Mdpl. Setelah tak lagi berfungsi, Cikasur kini sudah menjadi savana luas. Reruntuhan dan tiang panca bangunan menjadi saksi kejayaannya. Kenangan kejayaan masanya sebelum dan sesudah jajahan seolah terkubur bersama tenang dan sunyinya.
Sembari menunggu Bang Eko mandi di Sungai Qolbu, kami beristirahat sejenak dan memasak makan siang sebelum melanjutkan perjalanan.
Cikasur - Cisentor
Dikarenakan waktu terbilang masih cukup siang, cuaca begitu sangat baik, seusai makan, sholat, dan beristirahat, pukul 13.00 kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Cisentor. Dari Cikasur sudah ada penanda arah yang sangat jelas, menunjukkan jalur menuju Cisentor. Belum 10 menit berjalan, ingin ku "kutuki" perjalanan itu, jalur yang tadinya landai tiba-tiba menjadi tanjakan yang super aduhai. Berkali-kali ku berhenti mencoba mengatur nafas dan langkah kaki. Tak bisa ku bohongi diri, dengkul kaki yang sakit dan teriknya mentari menambah berat beban perjalanan.
Perjalanan menuju Cisentor mengingatkanku pada jalur Senaru, Gunung Rinjani. Tanjakan demi tanjakan harus kami lalui, saat jalur hutan berganti menjadi bebatuan, itu menandakan bahwa Cisentor sudah semakin dekat. Sebelum sampai di Cisentor, cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi kabut tebal pertanda akan segera turun hujan. Kami percepat langkah kaki agar tidak kehujanan kembali.
Sial... Kehujanan lagi! Hujan turun tiba-tiba begitu sangat deras, kembali membasahi tubuh kami.
Saat berjalan, tiba-tiba ku berhenti....
"Za, gimana ini Za!"
"Lewatin aja, pelan-pelan. Cemplungin aja kakimu, sepatumu juga waterproof kan?"
Jalur air yang harus kami lalui berubah menjadi kubangan air yang menutupi pijakan kaki. Akhirnya ku beranikan diri melangkah mencari pijakan, sampai akhirnya..... BRAKKKKK! Aku terjatuh, tersungkur. Bukan hanya sepatuku saja yang basah kemasukan air, tapi baju juga. LOL!
"Yaah, jatuh kan."
"Kamu gpp kan?"
"Kayaknya sedikit luka, lumayan sakit soalnya." Kataku.
Segera kubangkit, berjalan perlahan menerobos hujan yang akhirnya menibakan kami di sebuah pondokan. Yap, kami telah sampai di Cisentor. 3 jam perjalanan menuju Cisentor penuh perjuangan, dan banyak dramanya.
Hujan kali ini kembali menahan laju kaki, kembali kami putuskan untuk bermalam dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya.
Bersambung....
Akhirnya Sampai di Puncak Rengganis
[ BACA : GUNUNG ARGOPURO : DAY 1 - Dihajar Kesialan yang Bertubi ]
Day 2 - Selasa, 24 Desember 2019
Mata Air 2 - Alun-Alun Kecil
Basah... diguyur hujan kemarin siang membuat tidurku lelap tak seperti biasanya. Pagi di tempat ini pun berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Mentari merah di ufuk Timur telah menampakan goresnya pukul 04.30, ingin sebetulnya untuk segera bergegas mengeluarkan diri dari dalam bungkusan Sleeping Bag yang menghangatkanku tadi malam. Namun apa daya, belum ada tanda-tanda pergerakan dari kedua rekanku yang masih tertidur pulas. Sembari menunggu mereka bangun, ku coba mengumpulkan nyawa dan semangat untuk memulai perjalanan panjang hari ini. Dalam hati pun berdoa "semoga hari ini perjalanan lancar sampai Cikasur, tidak hujan lagi." 5 menit berselang, ku dengar suara dari sudut tenda paling ujung...
"Udah bangun, Bang." Ujarku ke bang Eko.
"Iya, udah. Udah pagi juga kan?" Balasnya.
Pergerakanku makin menjadi saat ku tahu Bang Eko bangun. Tak berlama-lama, akhirnya ku keluar dari nyamannya dekapan SB, membuka tenda lebar-lebar agar hangatnya mentari masuk ke dalam lapak bermalam kami. Tak lupa ku bangunkan pula Reza, partner paling termager.
"Bangun Za, udah pagi." Sambilku menarik SB yang dipakai.
"Ntar dulu ah, masih jam berapa juga."
"Banggguuuuuuuunnnn." Ku berteriak kecil.
Karena geramnya, Reza pun bergerak dari rasa malasnya.
Sambil ku siapkan roti yang menjadi sarapan kami, Reza dan Bang Eko pun turun mengambil air. Tampaknya dikarena hujan kemarin, air yang mereka ambil kualitasnya tidaklah baik, berwarna cokelat dan rasanya pun sedikit berbau tanah. Tapi setidaknya ini lebih baik dari pada yang mereka ambil kemarin. Usaha kami menampung air hujan kemarin pun juga tak membuahkan hasil, so..... kami masak aja airnya. Setelah sarapan, tak lama kami bergegas mempacking seluruh bawaan.
Hujan kemarin, menambah beratnya bawaan kami, khususnya Reza yang membawa tenda. Yasudahlah, itu semua tak menjadi alasan kami untuk mengeluh. Oh ya, hujan kemarin juga, mempertemukan kami dengan "tetangga" yang berasal dari mana-mana. Dari malam itu sampai malam terakhir di Argopuro, merekalah "tetangga" yang paling setia menemani kami. Bukan karena mereka setia juga sih, ya emang dasar kebetulan aja. LOL! Masih teringatku, saat pertama ku mulai mengobrol dengan mereka. Semua bermula dari tawaran rujak dengan sambal terenak yang mereka tawarkan. Thank you, para Abang yang tak bisaku sebutkan namanya satu-satu!
"Bang, kami jalan dulu ya, sampai ketemu di jalan." Pamitku pada para "tetangga".
Sekitar pukul 07.30 kami memulai perjalanan dari Mata Air 2 menuju Alun-Alun Kecil yang membutuhkan waktu lebih kurang sekitar sejam perjalanan jauhnya. Kontur jalan menuju Alun-Alun Kecil masih sama seperti jalur sebelumnya. Jalur landai menyusuri punggungan gunung dengan kerapatan hutan yang tidak begitu rapat, membuat mata kami dimanjakan dengan indahnya alam yang ditawarkan. Sesekali kami berhenti sejenak untuk berfoto mengabadikan moment.
Saat batas pepohonan berubah menjadi savana menandakan bahwa kami telah tiba di Alun-Alun kecil.
"Bagus banget sih. Aduh... Indah. Ahhh... Foto donk, foto." Begitulah rasa syukurku saat itu, saat melihat hamparan savana terbentang luas di depan mata. Disini kami berhenti sejenak, beristirahat sambil nyemilin snack yang kami bawa.
Alun-Alun Kecil - Alun-Alun Besar - Alun-Alun
"Yuk, lanjut! Udah 5 menit."
Dikarenakan waktu masih terbilang cukup pagi, semangat juga masih menggebu segera kami teruskan perjalanan menuju Cikasur. Dan inilah yang membuat Argopuro menjadi teristimewa untukku. Jalur pendakian via Baderan lintas Bremi SANGAT memanjakanku dengan savananya yang biasa-biasa aja sampai savana nan indah. Menuju Cikasur dari Alun-Alun kecil, ke Alun-Alun Besar, ke Alun-Alun, kita akan melewati banyak savana dari yang terkecil sampai terluas, jalurnya pun di dominasi dengan trek panjang namun landai.
Setelah 3 jam berjalan dari Alun-Alun kecil, akhirnya kami pun tiba di Alun-Alun. Di sini kami putuskan untuk berhenti sejenak dan kembali nyemilin snack. Perjalanan ini menuntutku untuk super strong. *Biasanya kalau naik gunung bebanku gak seberat ini, dan juga biasanya sarapanku porsinya gede, ini hanya makan roti, dan cemil-cemilan doank. Untung aja aku masih kuat dan sehat!
Beristirahat, berteduh di bawah rindangnya pepohonan, mendengarkan kicauan burung, melihat merak, kera, dan elang terbang berkeliaran bebas di jalur membuatku betah untuk berlama-lama disini. Namun, perjalanan masih sangat panjang menuntut kami untuk bergegas dan melanjutkan perjalanan menuju Cikasur.
Alun-Alun - Sungai Qolbu - Cikasur
Jalur menuju Cikasur dari Alun-Alun belum juga berubah, kita masih melewati hutan, naik dan turun bukit, masuk dan keluar savana, masuk hutan lagi,... begitulah seterusnya kami berjalan selama 20 menit hingga akhirnya kami melihat aliran air dari sungai Qolbu yang begitu jernih dari kejauhan. Itu jugalah yang menambah semangat kami untuk segera merasakan segarnya air disana. Oh ya di hari kedua ini, aku sudah menggunakan deker sebagai alat bantuku berjalan, lutut kiriku tiba-tiba sakit walaupun tidak jatuh. Ntah apa yang terjadi dalam perjalanan super strong ini.
Bang Eko begitu nampak bahagia, berlarian ia menyambangi Sungai Qolbu pertanda Cikasur sudah semakin dekat. Waktu menunjukkan pukul 11.35, kami pun tiba di Sungai Qolbu.
"Za, isi air." Ujar Bang Eko.
"Nop, ambil botol."
"Siap."
Disini airnya super seger, super jernih! Ingin rasanya ku tenggelamkan tubuh yang belum mandi 4 hari ini, tapi dikarenakan ga ada tempat untuk berganti pakaian, mendinganan ku tahankan niatku itu.
"Mandi yok?" Ujar Bang Eko.
"Gila lu, mau gantian dimana?" Jawabku.
"Ya disini."
"Gak deh, ntar lu jadi pengen kan gue yang repot. Gue nunggu di Cikasur aja ya." Balasku.
Sungai Qolbu ada di bawah turunan jalur |
Akhirnya, aku dan Reza meninggalkan Bang Eko yang berniat untuk nyebur, dan meneruskan perjalanan menuju Cikasur. Dari Sungai Qolbu ke Cikasur hanya memakan waktu sekitar 15 menit menaiki sebuah tanjakan yang akan mengantarkan kita ke sebuah savana yang begitu luas. Dulu pada masa penjajahan Belanda, Cikasur digunakan sebagai landasan pesawat yang berada di ketinggian 2.200 Mdpl. Setelah tak lagi berfungsi, Cikasur kini sudah menjadi savana luas. Reruntuhan dan tiang panca bangunan menjadi saksi kejayaannya. Kenangan kejayaan masanya sebelum dan sesudah jajahan seolah terkubur bersama tenang dan sunyinya.
Sembari menunggu Bang Eko mandi di Sungai Qolbu, kami beristirahat sejenak dan memasak makan siang sebelum melanjutkan perjalanan.
Cikasur - Cisentor
Dikarenakan waktu terbilang masih cukup siang, cuaca begitu sangat baik, seusai makan, sholat, dan beristirahat, pukul 13.00 kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Cisentor. Dari Cikasur sudah ada penanda arah yang sangat jelas, menunjukkan jalur menuju Cisentor. Belum 10 menit berjalan, ingin ku "kutuki" perjalanan itu, jalur yang tadinya landai tiba-tiba menjadi tanjakan yang super aduhai. Berkali-kali ku berhenti mencoba mengatur nafas dan langkah kaki. Tak bisa ku bohongi diri, dengkul kaki yang sakit dan teriknya mentari menambah berat beban perjalanan.
Bikin mau mati pokoknya ini mah! |
Perjalanan menuju Cisentor mengingatkanku pada jalur Senaru, Gunung Rinjani. Tanjakan demi tanjakan harus kami lalui, saat jalur hutan berganti menjadi bebatuan, itu menandakan bahwa Cisentor sudah semakin dekat. Sebelum sampai di Cisentor, cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi kabut tebal pertanda akan segera turun hujan. Kami percepat langkah kaki agar tidak kehujanan kembali.
Sial... Kehujanan lagi! Hujan turun tiba-tiba begitu sangat deras, kembali membasahi tubuh kami.
Saat berjalan, tiba-tiba ku berhenti....
"Za, gimana ini Za!"
"Lewatin aja, pelan-pelan. Cemplungin aja kakimu, sepatumu juga waterproof kan?"
Jalur air yang harus kami lalui berubah menjadi kubangan air yang menutupi pijakan kaki. Akhirnya ku beranikan diri melangkah mencari pijakan, sampai akhirnya..... BRAKKKKK! Aku terjatuh, tersungkur. Bukan hanya sepatuku saja yang basah kemasukan air, tapi baju juga. LOL!
"Yaah, jatuh kan."
"Kamu gpp kan?"
"Kayaknya sedikit luka, lumayan sakit soalnya." Kataku.
Segera kubangkit, berjalan perlahan menerobos hujan yang akhirnya menibakan kami di sebuah pondokan. Yap, kami telah sampai di Cisentor. 3 jam perjalanan menuju Cisentor penuh perjuangan, dan banyak dramanya.
Hujan kali ini kembali menahan laju kaki, kembali kami putuskan untuk bermalam dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya.
Bersambung....
Akhirnya Sampai di Puncak Rengganis
Komentar
Posting Komentar