……
Puncakk… Secercah harapan, mengapai angan. Ya, cuaca saat itu
cerah, dari puncak, kita bisa melihat dengan jelas deretan bukit-bukit, Gunung
Agung yang ada di Bali. Setelah sesi foto-foto di puncak selesai, pukul 7, satu
per satu dari kami turun menuju Plawangan Akhir, tempat dimana kami mendirikan
tenda. Perjalanan turun dari puncak ternyata cukup terjal dengan medan yang
aduhaaiiii, apalagi melihat letter E
dari atas, ga ketulungan ngesot-ngesot di puncak. HAHAHA. Untungnya kami semua
masih bersemangat dan punya tenaga ektra untuk melewati itu semua. Singkat
cerita, setelah guling-guling, ngesot-ngesot juga, sampailah aku di tenda pukul
10-an. Perjalanan turun kurang lebih selama 3 jam di temani dengan pemandangan
Gunung Barujari yang lagi ngebul, aduhaiii memanjakan mata, indah nian.
Setelah sampai tenda, kami beristirahat sejenak. Para pria
menunjukkan trampilnya dengan memasak. Setelah makan, kami memutuskan untuk
segera packing lagi dikarenakan kami
berencana untuk menghabiskan dua malam di Danau Segara Anak.
Awalnya kami ragu, cuaca kurang begitu bersahabat, pertanda
akan turun hujan, dan para ranger juga sempat menyampaikan pada kami : “bisa
saja kalian turun tapi resiko sangat besar. Jikalau hujan, jangan turun, balik
lagi ke Plawangan dan tendaan lagi disini. Disana rawan longsor.” Oke siap!
Dengan pertimbangan cukup lama dan berat, kami memutuskan untuk pergi.
Perjalanan dari Plawangan Sembalun akhir hingga Danau Segara
Anak berkisar kurang lebih 3 jam (tergantung cepat atau lambatnya). Jalur yang
di tempuh dari Plawangan menuju Danau, uuedaaaaannn…. Trek turunnya bikin hati
nyeeesss…. Batuannya cadas, dan pijakannya mengharuskan kaki ini benar-benar
siap. #sambilpakeswallow #coleksekar . Aku saranin mending pakai sepatu ya guys, gua kapok, Sekar juga, batunya
tajem oi, bikin kaki Sekar ampe darah.
Perjalanan kami saat itu cukup berkabut dan ditemani hujan
ringan yang membuat kami harus berektra hati-hati untuk menuruni tebingnya. Dari
jalan normal, hingga nurunin tebing, kudu manjat-manjat juga. Uhh.. lengkap
sudah si Segara Anak. Beruntung saat itu aku ditemani oleh Tio yang begitu
suabaarrrr.
Akhirnya, langkah kaki kecilku menibakan kami diperhentian
kala itu. Rasa syukur, lelah, dan butuh makanan menyambutku dengan riang.
(Kebayang bukan perut keroncongan, cacing dangdutan?) Oh ya, Sebelum aku dan
Tio sampai, sudah ada Jito, Dismor, Asep, dan juga Sigit yang telah sampai
lebih dahulu. Sambil menunggu yang lain datang, mereka membagi tugas, Jito dan
Dismor memasak, sedangkan Tio dan Sigit mendirikan tenda. Aku ngapain yak?
Ngepetin tenda orang sebelah, ngerayuin mereka siapa tahu dikasih ikan
gretongan. HAHAHAHA. Betul aja, berhasil! Dan ternyata, tetangga sebelah itu
juga adalah anak-anak pendaki asli Palembang. Di Palembang tak pernah jumpa,
ehh.. malah jumpanya di Segara Anak, kurang keren macam apa tu Rinjani? Buka
lapak sampe maleemmm dah! Payoh digoyangke man uji wong Palembang tuh. LOL!
Satu jam kemudian… Sekar, Reza, dkk akhirnya sampai. Loh kok
lama? Ternyata mereka jalan super lambat, ada accident juga, dan tak lupa sesi foto. #fotodiambildarisekar
Makan lagi makan lagi, ya begitulah kerjaan kami di gunung
selama 4 hari. Makan, istirahat, nanjak, makan, istirahat, nanjak, ampek
bosen-bosen dah tuh! Ya, setelah tenda selesai didirikan, kami mulai memasak
dan beruntung, satu menu saya boleh hadirkan untuk mereka #bangganyaluarbiasabisamasakdigunung
Malam itu kami habiskan duduk di pinggir tenda, nyuput kopi,
buat api unggun ala-ala, dan melihat bintang-bintang di langit yang begitu
indah mewarnai malam kami. Setelah dirasa lelah, satu per satu dari kami
kembali ke tenda dan beristirahat.
Minggu, 24
Desember 2017, Danau Segara Anak - Aiq Kalak
Berleyeh-leyehh
cantik. Kami sengaja untuk tidak langsung turun hari ini, sengaja ngecamp semalam lagi di Danau Segara Anak
dan menikmati indahnya alam yang disuguhkan. Ngecamp di pinggir danau itu asiknya pake buanggett, dan tentunya ini adalah
pengalaman pertamaku. Selain bisa mancing emosi, eh mancing ikan, di kawasan
Danau Segara Anak ini terdapat sumber air panas yang bisa kita samperin untuk
basah-basahin badan. Berhubung sudah 4 hari ga mandi, dijabanin dah. Kami
mencari sumber air panas itu yang katanya tidak jauh dari kami mendirikan
tenda. Memang betul sih gak jauh, tapi karena kami salah ngambil jalur waktu
turun, alhasil berasa berat banget, padahal kalau majuan depan dikit lagi,
jalurnya landai kok, dasaaaaaarr nyusahin. HHAHAHA.
Puas
bermain air, para pria yang demen mancing bisa mancing noh, bisa mandi dan
berenang noh, pokoknya suka-suka elu dah. Hari ini kami memang meng-recovery total tubuh, males-malesan, supaya
nanti besokannya pas turun, sudah fit semua kondisinya. Ya iyalah, gila aja
dari maren maren, terus aja nanjak, istirahatnya juga cuma bentaran doank.
Jadwal hari ini full istirahat, foto-foto gilakkk di pinggir danau, mancing
mania, lalu mandi di Aiq Kalak.
Memang betul, tendaan di pinggir danau itu syahdu, bikin rindu,
dan rasanya segala kepenatan di luar sana seakan hilang. Terbukti, banyak pendaki
yang rela camping berlama-lama,
bahkan ada yang sampe beberapa hari. Kehabisan logistik pun gak apa-apa karena
alam sudah menyediakan.
Senin, 25
Desember 2017, Danau Segara Anak – Plawangan Senaru – Pintu Senaru
Last day!!! Semalem
kami bingung mau turun lewat mana, Sembalun lagi atau Senaru. Sembalun Senaru,
Senaru Sembalun? Plakk!! Semalem kami banyak berdiskusi dengan pendaki lain,
dan juga sempat menanyakan sama bapak porter. Kira-kira kalau turun lewat
Senaru berapa jam sampai di Pintu Senarunya. Tak ada jawaban yang pasti
menjawab pertanyaan beberapa rekanku. Dan berhubung ada para pendaki lain juga
turun di waktu yang bersama, okeh! Kami putuskan untuk turun via Senaru bersama
mereka pukul 8. Pukul 8 kami berangkat, dengan catatan dan harapan sore sebelum
magrib kami sudah sampai di pintu Senaru. Konon katanya, jalur pendakian via
Senaru ini cukup horror. Ya percaya gak percaya aja sih, karena siapa tahu dan
mengerti bahwa ada dunia lain di luar sana.
Yaaa, setelah makan, kami mempacking
ulang dan siap untuk turun. Oh ya, aku berterima kasih untuk Janoko dan
Sigit, sudah begitu setia dan rela bangun jam 2 untuk memasak bekal dan serta amunisi
yang akan disuntikan pada kami supaya kuat turun. Tak lama, aku, Jito dan Dismor
juga ikut membantu dalam gelutnya mereka memasak kala itu. Yahhh! Apa yang ada
dimasakin aja dah, enak gak enak urusan belakang yak, yang penting perut keisi
aja dah!
Packing! Packing! |
Tepat pukul 8 pagi, setelah kami selesai makan dan packing, kami dan beberapa pendaki lain siap meninggalkan danau. See you Segara Anak, kau beserta kenangan akan selalu kami rindukan. Oh ya, kami naik bersepuluh, turun berenam belas bersama dengan anak pendaki asal Palembang dan Lampung, yoyoyoyoyo!
Danau
Segara Anak – Plawangan Senaru
Perjalanan dari danau menuju Plawangan Senaru, kita mulai dengan
menyisiri danau dengan cukup indah dan landai nian. Setelah itu,
jalurnyaaaaaa…. bikin nangis ndess! Kita bisa mendaki kayak spiderman. Jalur menuju Plawangan
Senaru, gak pake bohong memang indah, karena sepanjang perjalan kita akan
disugguhi oleh pemandangan Danau Segara Anak yang warnanya begitu memukau, tapi
jalurnya juga bikin nyiksa ndess, bikin nangis, dan bikin gua ampir gila.
KERASSS BAH!
Setelah berjibaku kurang lebih 1 jam, kita akan menemukan banyak batu
yang berserakan. Disini kami beristirhat cukup panjang. Setelah beberapa tapak
kaki melangkah, perjalanan rock climbing
di mulai. Sebelum benar-benar sampai Plawangan Senaru, kita bakal menyusuri tebing,
melewati tangga yang dibuat secara permanen dengan kanan kiri jurang,
tanjakannya juga aduhaiii banget.
Tepat pukul 1.30 siang kami semua tiba di Plawangan Senaru. Jalur
menuju Plawangan Senaru memang ajibbb gile, apalagi pas udah sampe Plawangan Senaru,
pemandangannya? Behhhh! Bukan maen.
Plawangan
Senaru – Pintu Senaru
Dari Plawangan Senaru, jalurnya sudah mulai menurun terus, dan
asik. Kita akan melewati bukit-bukit, lalu masuk hutan Senaru. Ditemani hujan
gerimis, sampai hujan beneran kami terus melangkahkan kaki kecil kami perlahan
untuk tiba di pos 3. Beruntung, dan dengan setia, Jito telah menunggu kami
disana. Oh ya guys, di pos 3 ini
terdapat sumber mata air, jadi kalau kalian kehabisan air, bisa di-refill di mari.
Pos 3 penuh kenangan tersendiri untukku, ditemani hujan yang
begitu deras, dingin, lapar dan haus yang mulai terasa, Jito membuka nasi yang
sudah ia bawa dari Danau Segara Anak, dan akhirnya kami makan disana. Sembari
Reza dan Putra pulang mengambil air, ada seorang pendaki lain menawarkan
sebungkus salt cheese. Dengan girang
kami menerimanya, dan mulai mengecap akan enaknya snack peneman nasi kornet ala-ala kala itu. Haruu… ditemani hujan,
air mata tak sengaja membasahi pipi, hatiku berasa sesak, sampai aku tak
mengerti lagi. Aku begitu bersyukur saat itu. Di tengah hidup dan hiruk pikuk
kehidupan normalku, aku bisa membeli apa saja dengan uangku. Tapii, sekali lagi
gunung mengajari aku dengan caranya untuk bersyukur. Dengan makanan seadanya,
air yang ada (air hujan bahkan), kondisi yang teramat sulit, haruslah tetap
dilewati. Uang tak ada gunanya, kesombongan akan mati olehnya. Yap, alam sudah
menyediakan untuk kita segala sesuatu, tinggal kita memilih maukah bersahabat
dan menyambutnya dengan hangat?
Rasa haruku, tiba-tiba berubah saat aku melihat, Jito lari-lari
bawa gallon untuk diisi air.
Reza : ‘Tok, lu kenapa?’
Jito: ‘Gak, gak! Gua gak mau turun, kampr*t gua dikejer ama
monyet.’
HAHAHA! Kami ngakak ga ada habisnya. Dan Jito pun segera berberes
meninggalkan kami dengan segera.
Setelah cukup makan dan beristirahat, aku, Reza, Putra, Tio, dan
Sekar akhirnya meneruskan perjalanan. Kami tidak ngebut seperti Jito, Asep,
Sigit, Dismor dan juga Janoko, langkah kaki kami begitu pelan dan pasti.
Perjalanan menuju pos 2 dari pos 3 cukup panjang ditambah hujan deras mengguyur
tubuh lemah kami. Tak ada istilah lelah, sampai di pos 2 pun, aku tak juga
istirahat dan langsung meneruskan perjalanan sampai ke Pos 1.
Setibanya kami di pos 1, kami istirahat sejenak, dan disini kami
bertemu dengan para porter dan bertanya berapa lama lagi kami akan sampai di
pintu Senaru. Semangatku tiba-tiba terbakar, dan tak lama-lama beristirahat,
aku dengan segera menuruni dan menyurusi hutan tersebut tanpa henti, disusul
oleh Tio untuk segera tiba di pintu gerbang Senaru.
Saat gate Senaru mulai
terlihat jelas, betapa bahagiannya aku. Disambut oleh teman-teman yang sudah
sampai lebih dulu dan bisa turun dengan selamat adalah sebuah hadiah terindah.
Di sini ada sebuah warung, setibanya aku di Pintu Senaru, langsung saja aku
memesan kopi untuk diminum. Tak berlama-lama beristirahat, kami langsung turun
menuju basecamp Senaru dan bermalam
disana. Gratis tanpa bayar, plus Ibu
Bapaknya juga baikkk bangett yang mengizinkan kami nginep disana.
Esokan paginya, aku, Reza, dan Tio melanjutkan perjalanan ke
Lombok (explore), sedangkan
teman-teman yang lain tetap bermalam satu hari lagi disana. Sayonara teman,
sampai berjumpa lagi di puncak berikutnya. Sampai jumpa juga Rinjani berserta
kenangannya.
-End-
Komentar
Posting Komentar