Gerimis pagi kala itu, seolah berat mengantarku untuk pergi.
Yap, tepat tanggal 18 Desember di hari yang sudah ku nantikan cukup lama untuk
memulai perjalanku ke Rinjani dihiasi oleh kabar yang kurang enak yang aku
terima dari seberang Pulau sana.
Pagi itu, pk. 04.28 : “Pi, nenekmu meninggal.” Terdiam aku
sejenak, pikiranku begitu carut marut, sedih, dan beban begitu terasa kala itu.
Tak dapat aku berkata apa, dan aku membalas pesan itu dengan sebuah kalimat
yang cukup berat diungkapkan : ‘Ma, Novi boleh ga pulang ya?’ Beruntungnya,
beliau menjawab iya dan memberikan restu untukku pergi.
Di tengah gerimis, kakiku membawaku tiba di stasiun Pasar
Senen pk. 08.24, tempat dimana aku dan 8 orang yang lainnya akan bertemu dan
memulai perjalanan panjang kami.
Sebuah kesempatan yang sangat indah yang boleh aku dapatkan
untuk menutup akhir tahun 2017 dengan mendaki gunung api tertinggi kedua di
Indonesia.
Senin, 18 Desember 2017, Stasiun Pasar Senen
Satu per satu dari kami akhirnya menampakan hidungnya pagi
itu, terkecuali Dismor dan Putra yang sudah lebih dulu jalan. Oh ya, sebelumnya
akan ku perkenalkan mereka. Perjalananku kali ini, aku bertemu dengan Sekar
(Bekasi), Reza (Bogor), Dismor (Purwokerto), Putra (Medan), Sigit (Sukabumi),
Asep (Sukabumi), Janoko (Wonosobo), dan Jito Lee (Solo). Tujuan dan alam yang
sama kini mempersatukan kami untuk mendaki bersama dan tak ada satupun dari
kami yang pernah mendaki gunung terindah ini.
Janoko - Sigit - Jito - Reza _ Asep - Me - Sekar |
Segera kami check in, dan tepat pk. 10.00 WIB kereta kami mulai diberangkatkan. Sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan ya apik, hamparan sawah milik warga terbentang luas yang sangat menyejukkan mata, tak kala rintik hujan yang tipis juga menghias akan indahnya perjalanan kami. Waktu di kereta begitu sangat panjang, dan kami habiskan waktu untuk bercerita (sampai-sampai kami ditegur juga dua kali oleh dua orang bapak yang berbeda akibat volume suara ketawa kami cukup besar, dan mengganggu para penumpang lain. HAHAHA. Maaf Bapak, kami tidak maksud begitu). Mau makan, tak enak, tidurpun tak nyenyak, mungkin itu yang bisa menggambarkan perasaanku selama sepanjang perjalanan. Well, itu tak akan menyurutkan niatku untuk terus melaju dan menggapai puncak Rinjani.
Tempat ini menjadi saksi bisu, kami diomelin |
Lobby Pel. Tanjung Perak |
Sementara Reza dkk tidur, kami main kesini dulu. |
Awal pergembelan dimulai (Part 1) |
Pergembelan Part 2 |
Pergembelan Part 3 |
Pergembelan Part 4 |
Lain yang dipesan, lain yang dijadwal, lain pula
kenyataannya. Pada pesanan di situs online,
kapal ferry kami akan diberangkatkan pukul 7, dijadwal yang tertera di boarding pass, pukul 12, dan pada
kenyataannya kami berangkat pukul 19. Suatu PHP yang sangat luar biasa, yang
mengharuskan kami sesabar tingkat dewa dan segembel yang kami bisa. Mulai makan
ngemper di depan gate keberangkatan,
sampai tidur dijalan sudah tak jabani untuk mengisi kebosanan itu. Akhirnya,
tepat pada pukul 19 WIB, kapal kami mulai berlayar dan menibakan kami di
Lembar, Rabu, 20 Desember, pk. 14.00 WITA. Sepanjang dan selama perjalanan,
banyak waktu kami habiskan untuk bercerita, dan tak khayal ketinggalan stand up comedian di kapal, yang bikin
perut sakit dan ngakak ga habis-habis.
Pergembelan Part 5 |
Pergembelan Part 6 |
Bokong Tepos Adv |
Rabu, 20 Desember 2017, Pelabuhan Lembar – Basecamp Sembalun
Pukul 14.00 WITA….
Sementara kami menunggu mobil carteran datang dan membawa
kami ke basecamp Sembalun, kami memutuskan untuk mengisi perut dengan makan
siang di sebuah rumah makan sederhana di dekat Pelabuhan Lembar. Sejam kami
menunggu, akhirnya mobil kami pun tiba, dengan segera kami memasukkan barang
kami ke mobil, dan melaju menuju basecamp.
Yeahh!!
Perjalanan kami menuju basecamp
cukup panjang, dan tak lupa kami berhenti sejenak untuk membeli keperluan
logistik pendakian.
Setibanya kami di basecamp,
kami langsung berberes, mempacking
ulang seluruh bawaan, makan, mandi, dan segera beristirahat. Di antara kami,
ada yang berjaga alias tidak tidur demi kelangsungan hidup gadget kami. Melalui tulisan ini, aku berterima kasih untuk Dismor,
dan juga Janoko yang rela ngeronda buat kami (kalian terbaik, hahaha..)
Lahap yak. |
Kamis, 21 Desember 2017, Basecamp
Sembalun – Pos 3
Pk. 06.15, kami mulai perjalanan kami, keluar dari basecamp menuju titik pendakian. Oh ya,
sebelum kami memulai pendakian, kami harus mendaftarkan diri terlebih dahulu
alias simaksi (biar kelihatan resmi, dan kalau ada apa-apa bisa ditolongin).
Hah, singkat saja, Pk. 07.30 kami mulai perjalanan kami menuju pos 1. Waktu yang kami tempuh untuk sampai di Pos 1, memakan waktu berkisar 2 jam 15 menit, dengan pemandangan kanan kiri yang apik, kerbau yang lagi makan pun juga menghiasi pemandangan perjalanan kami. Jalur ke Pos 1 tak boleh disepelekan, walaupun terkesan landai, kekuatan tubuh cukup terkuras untuk menanjak. Kami boleh beristirahat sejenak disini, dan melanjutkan perjalanan kami ke Pos 2.
Hah, singkat saja, Pk. 07.30 kami mulai perjalanan kami menuju pos 1. Waktu yang kami tempuh untuk sampai di Pos 1, memakan waktu berkisar 2 jam 15 menit, dengan pemandangan kanan kiri yang apik, kerbau yang lagi makan pun juga menghiasi pemandangan perjalanan kami. Jalur ke Pos 1 tak boleh disepelekan, walaupun terkesan landai, kekuatan tubuh cukup terkuras untuk menanjak. Kami boleh beristirahat sejenak disini, dan melanjutkan perjalanan kami ke Pos 2.
Pk. 11.00 lebih kurang kami sampai ke Pos 2, dan memutuskan untuk makan siang disini. Waktu yang kami butuhkan untuk sampai di Pos 2 dari Pos 1, lebih kurang 1 jam dengan jalan yang super selow.
Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 cukup teramat sulit, ditambah lagi dengan hujan yang mengguyur kami sepanjang perjalanan. Pada Pos 3 ini, sumber mata air begitu dekat, dan bagi para pendaki yang memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Plawangan bisa bermalam dan mendirikan tenda disini. Yap, sesampainya kami di pos 3 dengan durasi waktu 2 jam 30 menit, kami memutuskan untuk bermalam disana, dan melanjutkan perjalanan kami ke Plawangan besokan harinya.
Di tengah hujan, dan lapak yang tidak besar, kami akhirnya
hanya membangun 2 buah tenda senyaman mungkin dengan tenda kapasitas 2 dan 4
orang. Kebayang? Jujur saja tidak! Kami bersepuluh mana mungkin bisa tenda
segitu banyak mampu menampung kami dan carrier
kami. Yap, lagi-lagi ada yang rela untuk tidur di luar bealaskan SB,
matras, dan juga Hammock. Sekali lagi
terima kasih untuk Reza, Jito, yang begitu memperlakukan wanita dengan sangat istimewa
di gunung. Wanita kalau di gunung itu gini : tenda didiriin, masak juga
dimasakin, ongkang-ongkang kaki aja dah. #plakk! Dasar kau manja RAB! HAHAA.
BTW, sekali lagi terima kasih, tak hanya tenda, dan soal makanan saja, guyonan
temanku sepanjang perjalanan memecahkan dinginnya suasana kala itu.
Jumat, 22 Desember 2017, Pos 3 – Plawangan Sembalun 4
Pagi itu, kabut menyambut kami dengan girang, gerimis tak diundang
pun ikut meramaikan. Pukul 08.30 kami bersiap menuju Plawangan. Rinjani memang
penuh pesona, indah, dan juga menyiksa. Perjalanan hari ini adalah perjalanan
terberat dikarenakan kami harus melewati 7 bukit penyesalan. Treknya? Bukan
maen ndes, tiap bukit ga ada bonus!
Cobain aja sendiri kalau ga percaya, aku mah ogah!
Sampailah kami di Plawangan, treknya masih memanusiawikan
manusia, landaiii, tapi tak juga ringan. Ya, siputan aja yak. Ditemani hujan,
kami akhirnya tiba di Plawangan akhir Sembalun sekitar Pk. 14.30. Sigit dan
Asep telah mendirikan tenda, dan mulai memasak. Setibanya kami, kami langsung mengganti
pakaian, dan tinggal makan ajah. Satu per satu mulai tiba dan mendirikan tenda.
Kami putuskan untuk segera beristirahat dan siap summit dini hari.
Beruntung… Sempat kami bertemu pendaki di perjalanan, yang mengatakan kabar kurang enak kalau mereka sudah 4 hari di Plawangan, tapi gagal muncak karena di atas sedang badai. Down, down, down. #lebay. Pukul 17.30, alam seolah menyambut dan menunjukkan bahagianya pada kami, perlahan kabut itu menipis, dan awan terbuka. You know guys, pada jam tersebut kami bisa melihat Segara Anak tanpa halangan kabut seolah pertanda puncak menanti kami dengan girangnya kala itu. Semangat itu kembali muncul, dan ketika gelap datang kami memutuskan untuk beristirahat dan siap summit dini hari.
Sabtu, 23 Desember 2017, Plawangan Sembalun 4 – Puncak Rinjani – Danau Segara Anak
Tepat Pk. 02.00, alarm
kami berbunyi pertanda Puncak sudah semakin dekat. Kami bersiap, dan segera
memperlengkapi diri dengan peralatan semaksimal mungkin. Hanya berbekal air,
kami berjalan. Oh ya guys, kami kekurangan satu teman kami yang tidak bisa summit kala itu - Janoko. Beliau sakit, beristirahat dan tentunya tidak kuat muncak. Sedih dan sekaligus PR untuknya. But, U're best, Yat!
Jalur yang tadinya tanah, kini berubah menjadi gumpalan pasir yang memberatkan langkah kaki kami untuk nanjak (kayaknya cuma gua aja yang merasa berat #pendakimalas). Teruntukku yang pernah menaklukan Kerinci sebelumnya, Rinjani tergolong teramat berat, summit begitu melelahkan dengan jalur treknya begitu bikin putus asa. Langkah 2 kali, merosot 1 kali, ditambah dengan jalur yang juga tidak landai. Sebetulnya, dari Plawangan menuju puncak, kita hanya memutari kawah dan danau Segara Anak ajah sih, ini terlihat jelas dari sepanjang perjalanan. #Rinjanikerasdandiajaklahakutourmuterinsegaraanak.
Jalur yang tadinya tanah, kini berubah menjadi gumpalan pasir yang memberatkan langkah kaki kami untuk nanjak (kayaknya cuma gua aja yang merasa berat #pendakimalas). Teruntukku yang pernah menaklukan Kerinci sebelumnya, Rinjani tergolong teramat berat, summit begitu melelahkan dengan jalur treknya begitu bikin putus asa. Langkah 2 kali, merosot 1 kali, ditambah dengan jalur yang juga tidak landai. Sebetulnya, dari Plawangan menuju puncak, kita hanya memutari kawah dan danau Segara Anak ajah sih, ini terlihat jelas dari sepanjang perjalanan. #Rinjanikerasdandiajaklahakutourmuterinsegaraanak.
Summit Rinjani… Aku banyak kali istirahat, bobo dijalan yang dinginnya juga ga ketolongan. Apa daya, aku bisa berbuat apa, memang sampai begitu aja aku kuatnya, dan ga bisa ngebut-ngebut kayak pendaki lain. Harapan dan doaku hanya satu sepanjang perjalanan itu, aku pengen dapet puncak dengan segala kekuatan yang ada. Dengan semangat dan tekad yang tersisa, kulangkahkan kaki ini dengan perlahan, mulai dari disemangati si Putra, juga harus didorong oleh Dismor dan terkadang juga ditarik, akhirnya sampailah aku di puncak Rinjani. Perasaanku begitu haru, dan syukur kala itu. Puncak tertinggi di NTB & Bali sudah aku gapai. Pk. 05.40, cuaca begitu cerah menjadi saksi bisu dan memberikan semangat tersendiri untuk kami berlama di atas puncak.
Bersambunggg ……
Komentar
Posting Komentar