Langsung ke konten utama

GUNUNG PRAU : 2565 MDPL via Patak Banteng - Pendakian Pemula


Terletak di dataran tinggi Dieng, Gunung Prau menjadi salah sesuatu icon/destinasi favorit jika kita berkunjung ke Jawa Tengah. Ada banyak jalur yang bisa kita pilih untuk sampai di tempat ini, namun jalur pendakian Via Patak Banteng inilah yang dapat menjadi jalur alternatif untuk memulai pendakian. Perlu diketahui, jalur pendakian Via Patak Banteng ini adalah jalur yang paling singkat jika dibandingkan jalur yang lainnya, namun pada jalur ini, kita tidak akan mendapati sumber mata air, dan konon katanya melewati jalur ini akan lebih sulit ketimbang jalur yang lain. Jadi, jika hendak melakukan pendakian melewati jalur ini, silakan me-manage logistik terutama air dengan baik. 

Jakarta, 24 Desember 2018



Pagi itu dari Palembang saya tiba di Bandara Halim sekitar 09.30, dan disana saya sudah ditunggu oleh rekan yang akan menjadi partner sehidup semati  saya dalam melakukan pendakian ke Gunung Prau dan Merbabu (hah! lebay kali). Reza... Jika teman-teman pernah membaca tulisan saya sebelumnya, mungkin kalian tidaklah asing mendengar nama tersebut. Tepat 1 tahun yang lalu, kami pertama kali berjumpa dan mendaki Gunung Rinjani bersama. 6 bulan kemudian, kami bertemu kembali dalam pendakian Gunung Semeru dan Gede. Pada kesempatan kali ini, kami memilih Prau dan Merbabu untuk menjadi bagian cerita kami selanjutnya.
Tak butuh waktu yang lama dan juga tak mau berlama-lama, setelah saya mengambil bagasi dan bertemu dengan Reza, kami bergegas pergi ke Stasiun Pasar Senen untuk menyambung perjalanan kami. Jika tak mau repot, sebenarnya dari Jakarta bisa saja naik bus tujuan Wonosobo, namun kenapa kami lebih memilih naik kereta? Alasannya ingin mempersingkat waktu karena rawan macet (lah iya sih, perginya pas waktu libur tahunan pasti macet). Dari St. Pasar Senen - St. Purwokerto memakan waktu sekitar 5 jam setengah dan menibakan kami pukul 16.30.



Sesampainya di St. Purwokerto, ternyata perjuangan kami belom selesai temans, kami harus keluar dan mencari angkutan untuk sampai di terminal bus Purwokerto. Ya karena kami sama-sama ga tahu daerah tersebut, akhirnya kami memilih untuk memesan Grab. Dari Stasiun menuju terminal kami dikenakan harga 25k (worth it sih, ketimbang lu disuruh jalan jauh bawa keril kan, PR banget). Sesampainya di terminal bus Purwokerto, karena waktu sudah cukup sore dan hampir malam, tak menunggu lama kami langsung diarahkan untuk menaiki bus tayo-tayo yang akan mengantarkan kami ke titik perhentian selanjutnya, yaitu Terminal bus Mendolo, Wobosobo. Untuk tarif bus, per kepala dikenakan 35k, sensasinya? Gak usah ditanya, memang gak ada dua! Rasanya kayak lagi maen olang aling di Ancol, penuh, sesak, kurang oksigen, dan ngebutnya ga ketolongan (untung remnya ga blong). Pukul 20.40, akhirnya kami tiba di terminal Mendolo, dan kami putuskan untuk langsung membeli logistik yang akan kami bawa saat mendaki. Perjalanan kami belum selesai temans, sesampainya disana ternyata sudah tidak ada lagi angkutan/bus yang bisa mengantarkan kami tiba ke basecamp. Akhirnya kami memilih untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan diesokan hari.

Wonosobo, 25 Desember 2018
Percaya ga percaya, aku ga bisa tidur semaleman karena tempat itu begitu asing. Yaiyalah, di rumah udah enak-enak tidur ada kasur, ini mah cuma beralaskan matras doank dan di terminal pula yang di otak sudah terkonsep "pasti banyak premannya." Semua dipatahkan setelah aku mengalami dan merasakan langsung bagaimana sensasinya tidur di terminal. Subuh bersambut, tiba-tiba saya didatangin seseorang dan ditanya : 'mau kemana mbak?' 'Prau' 'Ayolah, saya antarkan ke Basecamp, 35k saja.' Tak pikir panjang, kami langsung mengambil tawaran tersebut. Memang mahal sih, tapi mau gimana lagi, lupa nawar dan itu opsi terbaik daripada lama-lama tidur di terminal. Kurang lebih menempuh perjalanan sekitar 45 menit, akhirnya kami tiba di Basecamp Patak Banteng sekitar pukul 03.30 dini hari. Bergegas kami melakukan simaksi dan memulai perjalanan kami.





Simaksi dulu


Basecamp - Pos 1 (Sikut Dewo)
Setelah melakukan simaksi, awal pendakian ini dimulai dengan melewati pemukiman warga yang pada hakikatnya kami disambut dengan banyak anak tangga yang akan disusuri dan dilewati (Sumpah! ini bikin nangis). Setelah itu, kita akan melewati jalur bebatuan cukup menanjak dengan pemenadangan disebelah kanan kita ialah perkebunan milik warga. Waktu yang kami perlukan untuk sampai ke Pos 1, lebih kurang 45 menit (kebanyakan ngaso, karena napas udah berasa Senen Kemis, kek dompet yang udah kembang kempis). Pos 1 ditandai dengan gubuk kecil yang akan menjadi batas jalur makadam dengan jalur tanah padat sebelum memasuki hutan.





Pos 1 (Sikut Dewo) - Pos 2 (Canggal Walangan)
Untuk menuju pos 2, pada persimpangan Pos 1 kita akan berbelok ke kiri. Jalur yang semulanya didominasi dengan bebatuan, kini berubah menjadi tanah merah padat. Sangat sulit memang mendaki pada musim penhujan, jika tidak berhati-hati kita akan tergelincir karena jalur tanah merah tersebut akan menjadi sangat licin. Akan tetapi, bersyukur jikalau warga sekitar telah memasang alat bantu (berupa besi dijadikan tali) untuk menjadi pegangan/tumpuan kita berjalan. Dan beruntungnya, disepanjang jalur kita akan menemukan gubuk/warung milik warga yang bisa kita singgahi untuk beristirahat. Inilah yang membuat saya malas gerak, tiap nemu gubuk pasti saya minta rest. LOL! Waktu tempuh normal yang harusnya hanya 40 menit, saya buat menjadi 1 jam 15 menit (hahaha! Epik si pendaki siput). Pos 2 ditandai dengan tanah lapang dan didominasi dengan hutan pinus dan cemara.






Pos 2 (Canggal Walangan) - Pos 3 (Cacingan)
Ya namanya juga naik gunung, jalurnya juga pasti nanjak terus. Menuju Pos 3, tak ada bedanya dengan jalur yang kita lewati pada pos sebelumnya. Didominasi dengan tanah merah yang diapit oleh hutan pinus dan cemara, kita akan diantarkan menuju Pos 3. Perjalanan dari Pos 2 menuju Pos 3 mengingatkan kami akan Bukit Penyesalan, Rinjani (kakak adek-an). Waktu yang kami tempuh untuk sampai di Pos 3 ialah 1 jam perjalanan yang juga didominasi "kebanyakan ngaso". Pos 3 tak kalah berbeda dengan Pos 2, berupa lahan kecil di tengah pepohonan yang muat untuk 2 tenda saja.


Ngaso terus gaes




Pos 3 (Cacingan) - Bukit Teletubies
Saya menyebut Mt. Prau itu kecil-kecil cabe rawit. Pendek tapi treknya pedes. Ya kan, ya kan? Dari Pos 3 menuju Bukit Teletubies, sepanjang perjalanan kita akan melewati tanjakan tanah merah berupa tangga berkelok-kelok dan cukup terjal. Ditambah lagi, kami diguyur hujan yang membuat jalur semakin licin dan sulit untuk dilewati. Kami diharuskan berhati-hati dalam memilih pijakan kaki. Disini kami bertemu dengan beberapa pendaki yang mau turun dan hendak naik. Kami mendapati, ada sekelompok pendaki yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian dikarenakan perlengkapan mereka tidak cukup safety (tidak membawa raincoat dan hanya menggunakan sepatu running atau bahkan sendal gunung). Perlu diingat ya gaes, mau gunung apa aja, tinggi atau pendek sekalipun, gunung bukan tempat ajang seneng-seneng atau main-main, dibutuhkan persiapan yang matang dan fisik/mental yang kuat juga. Jangan pernah menyepelekan gunung.




Jalurnya bikin encok!
Setelah melewati jalur yang cukup terjal, kita akan menemukan jalur setapak yang landai yang dihiasi dengan bunga daisy, yang menandakan bahwa kita telah sampai di Bukit Teletubies. Konon katanya, Bukit Teletubies adalah tempat camp yang terbaik untuk menikmati sunrise, dengan sugguhan pemandangan bukit dan jajaran gunung-gunung yang tinggi menjulang, tampak megah dinikmati mata.





Memang pada waktu kami sampai, suasana di Bukit sedang badai dan berkabut, dan kami bergegas mendirikan tenda serta memasak pempek untuk menjadi sarapan pagi kami. Berhubung cuaca berkabut, sesudahnya kami sarapan, kami memutuskan untuk tidur. Bangun, makan terus tidur lagi, dari pagi sampai malam kerjaanya gitu-gitu aja, ga bisa keluar tenda karena sedang hujan. Mau ke puncak aja jadi males karena cuma kabut doank. Nikmat Tuhan mana lagi yang bisa aku dustakan, hah!




Dari Pos 3, dibutuhkan waktu sekitar 1 setengah jam untuk sampai di tempat indah ini.

Bukit Teletubies, 26 Desember 2018
Penantian panjang yang berbuah manis, setelah seharian dikurung dalam tenda, kami diperlihatkan akan kebesaran Tuhan. Setelah sekian lama menanti hujan redah, kami dipertontonkan untuk karya yang begitu luar biasa. View jejeran gunung yang elok di mata menghiasi frame pada tenda, menambah kesukaan pelupuk mata. Perjuangan 3.5 jam yang berbuah indah, menambah keceriaan sang pemburu sunrise. Pagi itu ku putuskan memang untuk tidak muncak, dan hanya menikmati sugguhan alam yang hanya berdurasi 1 jam. Pilihan tepat, disaat dan moment yang tepat. 








Pukul 07.00 kami memasak dan makan. Seselesainya, sekitar pukul 08.00, setelah kami selesai packing, kami memutuskan untuk segera turun dan memulai menyambung cerita selanjutnya di Gn. Merbabu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GUNUNG RAUNG : Perjalanan Menggapai Puncak Sejati - 3344 MDPL

Raung, 3344 MDPL I'm coming!!! Pucuk dicinta ulampun tiba. Gayung bersambutlah pokoknya! Cerita kali ini bisa dibilang kebanyakan drama, namun sangatlah menyenangkan. Kenapa enggak, keinginan awak beberapa tahun silam akhirnya kesampean, baca nih -> K E S A M P E A N.  Rasa penasaranku begitu menggebu, nancap sampai ulu untuk menunggu moment itu, akhirnya terealisasi. Moment opo toh neng? Ya... Pokoke berhasil muncak dan megang plakat Mt. Raung yang dikenal sebagai gunung yang memiliki trek paling ekstrem se-Pulau Jawa. Sebelum menceritakan detail perjalananku, aku ingin sodara-sodari kenal akan gunung ini. Raung... Secara administratif, kawasan gunung Raung termasuk dalam wilayah di tiga kabupaten yaitu Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Dan secara geografis, lokasi gunung Raung berada dalam kawasan komplek Pegunungan Ijen, dan dinobatkan menjadi gunung yang memiliki puncak paling tinggi dari gugusan pegunungan tersebut.  Raung sendiri memiliki 4 titik puncak, yaitu

Budget Traveling Palembang - Bali sampai ke Labuan Bajo

Untuk postingan kali ini, saya akan merincikan biaya yang saya keluarkan (pribadi) untuk dua tempat wisata ini. Biaya jalan-jalan ini kurang lebihnya terdiri dari : 1. Biaya transportasi  : a. Pesawat Palembang - Bali b. Pesawat Bali - Labuan Bajo c. Pesawat Labuan Bajo - Palembang d. Trasportasi ke Bandara 2. Biaya Inap Hotel a. Hotel di Bali b. Hotel di Labuan Bajo 3. Biaya Sailing 3D 2N 4. Biaya Lain-Lain a.  Biaya Makan / Kuliner b. Tempat masuk wisata b. Transportasi di Bali dan Labuan Bajo c. Tips ABK 4. Oleh - Oleh ( optional ) 1. Biaya Transportasi a. Pesawat Palembang - Bali (Garuda) 22 Maret 2016 - Rp 900.000,- Untuk pergi ke Bali, ada begitu banyak pilihan maskapai penerbangan. Saya lebih memilih untuk naik pesawat ketimbang jalur darat (ngeteng) dengan alasan ya Sumatera dan Bali itu jauh sekali oi.. Berhubung saya sudah merencanakan dan membeli tiket PLM - DPS 3 bulan sebelum (Desember), saya mendapat harga tiket jauh lebih mur

RAJA AMPAT : Serpihan Keindahan Surga yang Jatuh ke Bumi (PART II : MISOOL ISLAND)

Misool Island!!! Sebuah destinasi yang "katanya" paling wajib dikunjungi kalau berkunjung ke kawasan wisata Raja Ampat. Dan "katanya" lagi,  keindahan alam bawah laut dan  landscape yang ditawarkan di kepulauan Misool begitu berbeda indahnya, melebihi keindahan Kepulauan Wayag atau pun Piaynemo. Pada waktu dan kesempatan kali ini, masih dengan tim yang sama, setelah dikurang dan ditambah dengan beberapa orang yang berbeda, terkumpullah 17 orang yang memiliki tujuan yang sama, ingin menjelajah kepulauan Misool. Yappp! S etelah rehat 2 hari dari menjelajah  Kepulauan Wayag & Piaynemo , kini tiba saatnya aku dapat melihat keindahan Kepulauan Misool secara langsung. Rasa bahagia begitu nyata mewarnai hariku saat itu. Senin, 15 Maret 2021 (PELABUHAN MARINA SORONG - KAMPUNG PULAU KASIM - KAMPUNG HARAPAN JAYA) Pk. 09.00 WIT,  Meet up at Marina Sorong Port "Hari ini kita ketemu di Pelabuhan Marina, Sorong, ya."  .... Siapp! Ku packing -kan   seluruh bawaanku,