Semeru…
Semeru, Meru atau yang lebih dikenal dengan Mahameru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncak tertingginya berada di 3.676 Mdpl, yang terletak berada di antara wilayah administasi kab, Malang dan Lumajang, Jawa Timur. Keindahan gunung ini sudah tak diragukan lagi dikalangan pendaki dengan brand ambassador-nya Ranu Kumbolo.
Capture by Deni |
Semeru, Meru atau yang lebih dikenal dengan Mahameru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncak tertingginya berada di 3.676 Mdpl, yang terletak berada di antara wilayah administasi kab, Malang dan Lumajang, Jawa Timur. Keindahan gunung ini sudah tak diragukan lagi dikalangan pendaki dengan brand ambassador-nya Ranu Kumbolo.
Capture by Deni |
Capture by Deni |
Capture by Deni |
Capture by Deni |
Kali ini,
aku akan membagikan sedikit cerita, harapan, dan mimpiku yang akhirnya sudah
terjawab.
“….. abis
ini kita mau kemana lagi?”
“Semeru,
kuy! Abis lebaran.” Ujarku.
“Kuy!”
……
Sembari
mengajak beberapa rekan lain untuk melakukan pendakian bersama, aku terus
mencari beberapa informasi seputar pendakian, mulai dari simaksi, berapa waktu
perjalanan, budget, dsb. Tentunya perjalananku kali ini, tidaklah
sendiri dan bisa dibilang sangat ter-planning dengan cukup baik.
Sigit, Reza, dan Dani! Merekalah yang akan menghiasi dan menjadi saksi cerita
bahagiaku untuk beberapa waktu ke depan. Yeahh!
Tepat 3
bulan sebelum keberangkatan…..
“Simaksi
jangan lupa, Nov.”
“Oke, aku
yang beresin. Foto KTP, please!”
“Siap!”
BTW, foto
KTP buat apaan sih, Neng? Simaksilah, masak buat ajuin nikah di KUA. Hah,
lupakan saja! Jika membahas soal administrasi sebelum melakukan pendakian ke
Semeru, mungkin saja tandukku bisa keluar lagi kali ini. Satu kata, RIBET! Banyak
sekali dokumen yang harus dilengkapi dan dibawa pada H nanti, mulai dari
fotokopi KTP, Surat Keterangan Sehat, Bukti Transfer, dan dokumen data peserta
yang sudah dilengkapi materai 6000. Coba tanya, pendakian mana yang
administrasinya seribet ini? Skippp… Ini bukan sesi tanya jawab, jangan
dipikirin terlalu serius juga atuh, ntar cepet tua. HAHAHA.
Semua
informasi yang saya sebutkan di atas dapat di cek dimari :
Well.. Aku, Reza, Sigit, dan Dani memutuskan untuk melakukan pendakian H+2
lebaran (18 Juni 2018), dengan prediksi pendakian memakan waktu sekitar 4 hari
untuk benar-benar menikmati bersama keindahan gunung ini. Optional, bisa
3 atau 4 hari, seminggu atau bahkan stay selamanya disini juga boleh.
3 Bulan
kemudian…..
18 Juni 2018 – Basecamp Malang
– Ranu Kumbolo
“Lu dimana,
Nop?”
“Aku udah sampe sini ni malam tadi!” ujarku.
“…. Oke,
kita ketemu langsung di Basecamp Malang ya.”
Tiga bulan
telah berlalu begitu cepat, tanpa terasa tepat hari ini aku akan merayakan
rindu nanjak bareng sama Sigit dan Reza. Sebelumnya, Reza dan Sigit adalah rekanku
dalam menakhlukan Puncak Rinjani.
Basecamp
Sambil kami menunggu Reza, Sigit, dan Dani
tiba di Malang (basecamp), pagi itu aku dan beberapa rekan dari grup
lain yang bertujuan sama-sama hendak ke Semeru bareng se-jeep, mengisi
perut dan membeli logistik.
Pk. 11.00 seluruh team sudah berkumpul dan
lengkap. Kami mempacking ulang seluruh barang bawaan, makan, dan bersiap
berangkat.
Semua tinggallah kenangan, rencana berangkat pagi dari basecamp supaya siang bisa sampai di tempat registrasi, namun ternyata pada fakta dan realitanya, dikarenakan urusan tetek bengek soal surat sehat dan kawan-kawannya, akhirnya kami baru benar-benar bisa berangkat menuju Desa Lumajang hampir sore, dan menibakan kami sekitar Pk. 16.00 di Ranu Pani.
Semua tinggallah kenangan, rencana berangkat pagi dari basecamp supaya siang bisa sampai di tempat registrasi, namun ternyata pada fakta dan realitanya, dikarenakan urusan tetek bengek soal surat sehat dan kawan-kawannya, akhirnya kami baru benar-benar bisa berangkat menuju Desa Lumajang hampir sore, dan menibakan kami sekitar Pk. 16.00 di Ranu Pani.
Ranu Pani – Ranu Kumbolo (bayangan)
Tidak
langsung melakukan penanjakan, ketika kami tiba di Ranu Pani, kami HARUSSSSS
melakukan registrasi ulang. Seluruh kelengkapan dokumen kami di check dan
setelah itu kami diharuskan pula
untuk mengikuti briefing. Berasa denger ceramah, sesekali aku sempat
tertunduk kepala alias tidur. HAHAHA, selebihnya seluruh konten yang
disampaikan cukup baik dan berbobot. Tak lama, ketika briefing usai,
kami berdelapan belas dengan dibagi beberapa team, memulai pendakian ini dengan
doa. Tentunya perjalanan ini cukup berat dikarenakan kami harus menyusuri hutan
pada malam hari dengan segala kekuatan fisik yang ada, ditambah dengan
dinginnya malam yang menembusi kulit. Tak banyak dokumentasi yang diabadikan, sebelum
senja berlalu, kami harus bergegas melangkahkan kaki supaya bisa tiba di Ranu Kumbolo
tidak terlalu malam.
Estimasi waktu pendakian normal dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo memakan kurang lebih 4-5 jam. Perjalanan dan petualangan kami benar-benar baru dimulai saat gapura selamat datang terhantar di depan mata kami. Dari titik awal ini menuju pos 1 dan seterusnya terbilang cukup jauh. Hamparan milik warga menghiasi perjalanan kami.
Dan benar terbukti, sesekali kami berhenti sejenak untuk beristirahat. Yaiyalah coiii, bayangin aja, 5 jam jalan santai kalau tanpa henti atau lari dengan bawa keril 65 liter itu sesuatu bangetlah, gempoorrr. Untuk jalurnya, Semeru bisa dibilang cukup ramah bagi para pemula seperti saya, di dominasi oleh hutan, landai dan tidak begitu nanjak. Dikarenakan rombongan kami berjalan terlalu ramai dengan kekuatan fisik masing-masing kami berbeda maka tidak memungkinkan dalam kondisi seperti ini untuk berjalan bersama-sama. Pada akhirnya kelompok yang bisa jalan cepet ya cepet, kalau lambet ya siputan sama-sama. Kelelahan fisik memang tak bisa dipungkiri, anganku hanya satu kala itu cepat ke Ranu Kumbolo, bangun tenda lalu beristirahat.
Pelan tapi pasti aku, Reza, Sigit, dan Dani tetap berjalan bersama selangkah demi selangkah tetap fokus dalam trek menuju Ranu Kumbolo. Malam gelap menghampiri, dan ketika kami melihat cahaya lampu tenda para pendaki menghiasi Ranu Kumbolo, rasa senang, bahagia, dan semangat kembali mewarnai perjalanan kami. Lebih kurang Pk. 20.30 kami tiba di pos bayangan Rakum. Kok di pos bayangannya sih, Neng? Ada beberapa faktor mengapa kami memutuskan untuk nge-camp di tempat ini. Alasan pertama, dikarenakan kami berjalan di malam hari, penerangan kurang, Rakum sesungguhnya tak terlihat mata, kami tak bisa memprediksi waktu untuk sampai disana (gunung kan gitu ya, suka PHP). Alasan kedua, jujur gak pake bohong, selain dikarenakan buadaaan cuapek tenan, dinginnya malam menusuki tulang juga menggrogoti tubuh lemah kami. Dan alasan yang terakhir ialah kami takut gak dapet tempat nge-camp kalau ngotot nge-camp di Ranu Kumbolo. Oke sekian ngejawab soalnya, lanjut.
Di pos bayangan ini sudah
banyak pendaki yang mendirikan tenda. Tak berlama-lama, Reza, Sigit, dan Dani
langsung membongkar isi keril mereka, dan langsung mendirikan tenda. Jelas saya
tidak membantu, saya kuatir bukan malah ngebantuin, tapi malahan ngerecokin
mereka. Sambil menahan semilir angin, udara dingin yang berhembus, menunggu
mereka selesai mendirikan tenda, aku mencoba menghangatkan tubuh dengan mondar
mandir kek strikaan. Team kami emang paling gokil, dan bisa dibilang muka
porter semua. Tak kasih tahu, ntah karena memang niatnya mau enak-enak aja atau
buat jaga-jaga atau mau gimana-gimna aku juga ga ngerti, tenda kapasitas 4 dibawa
dua biji untuk satu team kecil yang cuma beranggotakan 4 orang. Pada malam itu,
dua tenda itu juga ditegakkan. Boros bangetlah ya! Bisa maen bola dalem tenda
kalau tidur cuma berdua doankkk.. Tak mau ambil pusing, mau tidur sama siapa
juga okeh, asal ga ditendang keluar aja. HAHAHA! Setelah tenda didirikan,
ngegelepar sudah aku berselimutkan sleeping bag. Dinginnya Rakum,
membawa cerita indah selanjutnya, hingga membawaku untuk tetap bersemangat,
bangun keesokan hari memulai perjalanan.Ngantri panjang, kayak ngantri sembako |
Estimasi waktu pendakian normal dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo memakan kurang lebih 4-5 jam. Perjalanan dan petualangan kami benar-benar baru dimulai saat gapura selamat datang terhantar di depan mata kami. Dari titik awal ini menuju pos 1 dan seterusnya terbilang cukup jauh. Hamparan milik warga menghiasi perjalanan kami.
Dan benar terbukti, sesekali kami berhenti sejenak untuk beristirahat. Yaiyalah coiii, bayangin aja, 5 jam jalan santai kalau tanpa henti atau lari dengan bawa keril 65 liter itu sesuatu bangetlah, gempoorrr. Untuk jalurnya, Semeru bisa dibilang cukup ramah bagi para pemula seperti saya, di dominasi oleh hutan, landai dan tidak begitu nanjak. Dikarenakan rombongan kami berjalan terlalu ramai dengan kekuatan fisik masing-masing kami berbeda maka tidak memungkinkan dalam kondisi seperti ini untuk berjalan bersama-sama. Pada akhirnya kelompok yang bisa jalan cepet ya cepet, kalau lambet ya siputan sama-sama. Kelelahan fisik memang tak bisa dipungkiri, anganku hanya satu kala itu cepat ke Ranu Kumbolo, bangun tenda lalu beristirahat.
Pelan tapi pasti aku, Reza, Sigit, dan Dani tetap berjalan bersama selangkah demi selangkah tetap fokus dalam trek menuju Ranu Kumbolo. Malam gelap menghampiri, dan ketika kami melihat cahaya lampu tenda para pendaki menghiasi Ranu Kumbolo, rasa senang, bahagia, dan semangat kembali mewarnai perjalanan kami. Lebih kurang Pk. 20.30 kami tiba di pos bayangan Rakum. Kok di pos bayangannya sih, Neng? Ada beberapa faktor mengapa kami memutuskan untuk nge-camp di tempat ini. Alasan pertama, dikarenakan kami berjalan di malam hari, penerangan kurang, Rakum sesungguhnya tak terlihat mata, kami tak bisa memprediksi waktu untuk sampai disana (gunung kan gitu ya, suka PHP). Alasan kedua, jujur gak pake bohong, selain dikarenakan buadaaan cuapek tenan, dinginnya malam menusuki tulang juga menggrogoti tubuh lemah kami. Dan alasan yang terakhir ialah kami takut gak dapet tempat nge-camp kalau ngotot nge-camp di Ranu Kumbolo. Oke sekian ngejawab soalnya, lanjut.
19 Juni 2018 – Ranu Kumbolo –
Kalimati
Hangatnya mentari
pagi perlahan menyambut kami dengan girang, membangunkan kami dari tidur lelap.
Seolah enggan berbagi cerita, rasa malas terus saja menghantui. Sambil ngumpuli
tenaga buat bangun dari rasa malas yang melanda, kucoba nikmati keindahan
tempat ini dengan menghirup secangkir kopi Toraja yang ku bawa, dan sudah jadi
barang tentu ini akan menambah semangatku pagi itu.
Pk. 08.00, koki terbaikku di Rinjani kemarin menunjukkan keahliannya sekali lagi dalam hal memasak, yap.. mereka adalah Sigit dan Reza.
Pk. 08.00, koki terbaikku di Rinjani kemarin menunjukkan keahliannya sekali lagi dalam hal memasak, yap.. mereka adalah Sigit dan Reza.
“Mau masak apa kita?”
“Ikan Tonnnnnggggggkooooollll.”
Pk. 11.30 selesai mempacking seluruh bawaan, memulai merangkai cerita perjalanan kami. Cukup berjalan sekitar 15 menit dari pos bayangan untuk tiba plataran Rakum yang sesungguhnya. Sungguh indah pemandangan disini, hamparan bukit hijau mengapit tempat ini, di tengah terbentang genangan air yang menghiasi dengan pemandangan bukit yang seolah membelah genangan ini. Inilah yang orang sebut dan kenal dengan Ranu Kumbolo. Suasana begitu tenang. Sambil makan semangka kami berhenti untuk menikmati keindahan tempat ini. Oh ya guys, sekedar informasi, pada pos-pos perhentian dari ranu pani menuju kalimati, kalian akan menemukan para pedagang yang menjual gorengan, semangka, dkk. Kebayangkan, panas-panas jalan kaki terus nemu yang seger-seger, behhh! Uenak tenan. Banyak-banyakin aja bawa duitnya supaya makin enak kalau mau jajan-jajan gitu. Hahaha.
Setelah
berpuas menikmati segarnya buah semangka, kami harus melewati bukit yang cukup
curam, orang sering menyebutnya “tanjakan cinta”. Konon katanya, jika kita
tidak menoleh ke belakang sama sekali selama menaiki bukit ini, maka kisah
cinta kita dengan doi akan langeng. Ini mah mitos banget ya, tapi percaya ga
percaya silakan dicoba.
“Dan, eh
Dan, ada Pevita di belakang.” Teriak Sigit
“Bodo amat
dah.” Sahut Dani.
Ternyata si
Dani benar-benar mencoba dan mencari kebenaran atas pernyataan ini. HAHAHA!
Bukit ini sebetulnya pendek, namun tetep aja ngos-ngosan cui, efek bawa keril
gede dan gak bisa nahan ketawa.
Lebih kurang 12.25 kami semua berhasil melewati semua kengos-ngosan ini, namun hanya Dani yang benar-benar berhasil tidak menoleh ke belakang. Moga-moga kesampeanlah ya, jadian sama Pevita. WKWKWKWK. Kami sempat istirahat sejenak disini, sebelum melewati Oro-Oro Ombo yang terkenal dengan keindahan bunga parasit warna ungunya itu. Tak berlama-lama, kami langsung bergegas berjalan, namun pada kenyataannya, si ungu tak sedang berbunga alias lagi kering-keringnya, jadi tak tampak indah seperti para pendaki lain ceritakan kondisinya. Wes, tak masalah dan tak mengurangi niat kami untuk segera tiba di Kalimati untuk bermalam. Sekitar pukul 13.00, kami tiba di Cemoro Kandang di ketinggian 2.500 Mdpl. Memang dasar pendaki mageran, disini kembali kami ngerest cukup lama sambal menikmati segarnya buah semangka yang dijual Rp 2.500/pcs dan beberapa cemilan astor yang berhasil kami palak dari grup tetangga.
Komentar
Posting Komentar