"Cik, mau ikut ke Gn. Dempo? Ke Kedai deh, biar bisa ngopi dan bahas lagi."
Antara galau ditinggal pacar, izin dari atasan karena harus pulang setengah hari, atau takut ga dapet restu dari ortu, udah bercampur aduk kayak gado-gado dalem pikiran, maka kuputuskan untuk tidak bergabung dalam trip Dempo.
"Gak ikut dululah, yang deket-deket aja, Bukit Besak gitu pas weekend, aku pasti ikut." ujarku
"Deal!"
"Oke, deal!"
Belum dapet SIM (Surat Izin Mama), aku sudah membuat persetujuan dengan seorang teman pendakianku. Resiko pendaki wanita yang belum bersuami itu begini, kemana-mana harus dapet izin mama. #curhattipistipislah Izin utama orang tua (mama khususnya) adalah syarat penting bagiku sebelum berpergian. Namun, pada nyata dan faktanya, setiap kali minta izin, palingan cuma ngelapor doank karena susahnya dapet kepercayaan. Yekaaannnn.. Orang tua mana yang ikhlas anak gadisnya berkelana di alam bebas yang penuh resiko. Oke, skip!
Sehari sebelum hari keberangkatan tiba, aku masih getol untuk ngedesak mama buat ngasih izin pergi, sampai pada akhirnya...
"yasudah, terserahmu aja. Aku izinin atau gak, kamu akan tetep pergi kan?"
"Iya ma, aku pergi ya, cuma sehari aja ko."
"Terserahmu aja, Nop!"
Palembang - Lahat - Puncak Bukit Besak
Pk. 07.00, kita semua berkumpul di loket bus Wisata Lahat, dan diberangkatkan pukul 08.00. Perjalanan dari Palembang menuju Desa Perangai (Lahat), desa terakhir untuk melakukan registrasi pendakian, memakan waktu selama lima jam setengah. Perjalanan yang tak terduga, tak kusangka juga, naik bus super jadul mirip ke odong-odong donk. Tiap kali nutup pintu, harus bunyi "brak!", tiap kali melewati jalan rusak dan berlobang musiknya bisa break sampai 3 detik (kocaknya, ngelebihi diajak break sama mantan), daaannnnn tiap kali mobil berhenti, puanasnya kebangetan puanasnya ngelebihin panasnya hati ketika ngeliat mantan bawa pacar barunya). Parah banget ga tu? Sedih banget ga tu?
Di siang hari yang begitu panas, kami tiba diperhentian terakhir sebelum memulai pendakian. Di depan lorong sudah banyak Bapak-Bapak ojek yang menawarkan kami untuk di antar sampai di Shelter 1. Namun kami menolak dengan sopan dan memilih untuk berjalan kaki. Pemandangan menuju Pos Registrasi cukup mengesankan, ladang milik warga luas membentang, sungai mengalir indah, walau pun musim sedang kemarau dan tak banyak air.
Cukup berjalan kaki 10 menit, selepas melewati jembatan penghubung yang dibuat warga, akhirnya kami pun tiba di pos registrasi. Disini tiap pendaki harus melapor, dan diwajibkan membayar 5.000 rupiah untuk retribusi wisata. Cukup lama kami beristirahat, makan, dan memutuskan untuk memulai pendakian pukul 15.00.
Pos Registrasi - Shelter 1
Bukit Besak memang sudah dijadikan objek wisata bagi penduduk setempat. Jadi, sepanjang perjalanan dari Pos Registrasi - Shelter 1, jalur pendakian sudah begitu sangat jelas terlihat, jalanan berbatu, sangat baik, tertata rapih, diapit kanan kiri oleh kebun karet milik warga. 10 menit berjalan, kami memasuki pintu rimba.
Faktor U dan kurangnya olahraga mengakibatkan kami yang sudah tua ini kebanyakan ngaso dan akhirnya sampai ke Shelter 1 pukul 15.40.
Shelter 1 Bukit Besak di tandai dengan sebuah pondokan cukup besar milik warga. Pondokan ini sangat dimanfaatkan banyak pendaki buat nyantui-nyantui ria sambil minum es susu, es tawar, es teh, #eseseses, makan gorengan, atau sekedar ngobrol ngarul-ngidul.
20 menit berselang..
Shelter 1 - Shelter 2
Selamat datang di kerasnya Rimba Bukit Besak.....
Perjalanan cukup menguras tenaga, dan bisa dibilang sudah tak ada bonus. Menanjak, begitu melelahkan namun terbayar dengan view kanan kiri bukit batu yang besar nan indah. Sejam berjalan, kami menemukan tangga yang di pasang warga untuk membantu pendaki sampai di puncak. Trek tangga ini, menjadi penanda untuk kami bahwa puncak semakin dekat. Perlahan tapi pasti, lelah melewati begitu banyak tanjakan, akhirnya kami pun tiba di pelataran Bukit Besak pada pukul 17.30. Perjalan 1,5 jam yang begitu menguras tenaga dan drama.
Dikarenakan hari itu tanggal merah, dan bertepatan dengan weekend, kami mendapati banyak sekali pendaki yang telah mendirikan tenda dan menikmati keindahan alam yang disuguhkan. Bergegas para lelaki mendirikan tenda, memasak, sedangkan para perempuan berberes membereskan apa yang belum beres. Perempuan di gunung tu emang gitu, jadi nyonya!
Seusai makan, kami nyantui-nyantui nyari signal, nyanyi-nyanyi gak jelas menghabisi malam, berharap besok dapat sunrise. Malam berlalu penuh drama yang menegangkan. Selain udara di gunung yang tak biasa (panas ga ada angin), disini untuk pertama kalinya, aku melihat orang kesurupan, dirukiah. Merinding, tak bisa berkata apa. Berharap malam cepat berlalu, dan mata berusaha untuk tidur di tengah segala tidak kenyamanan itu.
Minggu, 10 November 2019
Pk. 07.00, kita semua berkumpul di loket bus Wisata Lahat, dan diberangkatkan pukul 08.00. Perjalanan dari Palembang menuju Desa Perangai (Lahat), desa terakhir untuk melakukan registrasi pendakian, memakan waktu selama lima jam setengah. Perjalanan yang tak terduga, tak kusangka juga, naik bus super jadul mirip ke odong-odong donk. Tiap kali nutup pintu, harus bunyi "brak!", tiap kali melewati jalan rusak dan berlobang musiknya bisa break sampai 3 detik (kocaknya, ngelebihi diajak break sama mantan), daaannnnn tiap kali mobil berhenti, puanasnya kebangetan puanasnya ngelebihin panasnya hati ketika ngeliat mantan bawa pacar barunya). Parah banget ga tu? Sedih banget ga tu?
Di siang hari yang begitu panas, kami tiba diperhentian terakhir sebelum memulai pendakian. Di depan lorong sudah banyak Bapak-Bapak ojek yang menawarkan kami untuk di antar sampai di Shelter 1. Namun kami menolak dengan sopan dan memilih untuk berjalan kaki. Pemandangan menuju Pos Registrasi cukup mengesankan, ladang milik warga luas membentang, sungai mengalir indah, walau pun musim sedang kemarau dan tak banyak air.
Bapak ojeknya lagi nyantai tuh |
Sungainya kering kan! |
Pos Registrasi - Shelter 1
Bukit Besak memang sudah dijadikan objek wisata bagi penduduk setempat. Jadi, sepanjang perjalanan dari Pos Registrasi - Shelter 1, jalur pendakian sudah begitu sangat jelas terlihat, jalanan berbatu, sangat baik, tertata rapih, diapit kanan kiri oleh kebun karet milik warga. 10 menit berjalan, kami memasuki pintu rimba.
Faktor U dan kurangnya olahraga mengakibatkan kami yang sudah tua ini kebanyakan ngaso dan akhirnya sampai ke Shelter 1 pukul 15.40.
Shelter 1 Bukit Besak di tandai dengan sebuah pondokan cukup besar milik warga. Pondokan ini sangat dimanfaatkan banyak pendaki buat nyantui-nyantui ria sambil minum es susu, es tawar, es teh, #eseseses, makan gorengan, atau sekedar ngobrol ngarul-ngidul.
20 menit berselang..
Shelter 1 - Shelter 2
Selamat datang di kerasnya Rimba Bukit Besak.....
Perjalanan cukup menguras tenaga, dan bisa dibilang sudah tak ada bonus. Menanjak, begitu melelahkan namun terbayar dengan view kanan kiri bukit batu yang besar nan indah. Sejam berjalan, kami menemukan tangga yang di pasang warga untuk membantu pendaki sampai di puncak. Trek tangga ini, menjadi penanda untuk kami bahwa puncak semakin dekat. Perlahan tapi pasti, lelah melewati begitu banyak tanjakan, akhirnya kami pun tiba di pelataran Bukit Besak pada pukul 17.30. Perjalan 1,5 jam yang begitu menguras tenaga dan drama.
Dikarenakan hari itu tanggal merah, dan bertepatan dengan weekend, kami mendapati banyak sekali pendaki yang telah mendirikan tenda dan menikmati keindahan alam yang disuguhkan. Bergegas para lelaki mendirikan tenda, memasak, sedangkan para perempuan berberes membereskan apa yang belum beres. Perempuan di gunung tu emang gitu, jadi nyonya!
Seusai makan, kami nyantui-nyantui nyari signal, nyanyi-nyanyi gak jelas menghabisi malam, berharap besok dapat sunrise. Malam berlalu penuh drama yang menegangkan. Selain udara di gunung yang tak biasa (panas ga ada angin), disini untuk pertama kalinya, aku melihat orang kesurupan, dirukiah. Merinding, tak bisa berkata apa. Berharap malam cepat berlalu, dan mata berusaha untuk tidur di tengah segala tidak kenyamanan itu.
Minggu, 10 November 2019
Udara panas, tak membuatku betah di dalam tenda. Ketika mendengar suara temanku bangun, kuputuskan untuk keluar tenda menikmati suasana pagi. Berasap, dan tak sesegar yang kupikirkan. Dampak kebakaran lahan dan hutan yang belum juga teratasi, membuat sunset dan sunrise tak nampak indah. Namun, itu tak mengurangi semangat dan bahagianya kami menikmati indahnya kebersamaan.
Setelah puas menikmati alam, kembali para pria memasak dan menyiapkan kami sarapan pagi sebagai modal tenaga untuk perjalanan turun. Perjalanan turun begitu sangat santai, dan menibakan kami pada Pos Registrasi pk. 10.50.
Terima kasih Bukit Besak untuk segala kesulitanmu. Kau terkecil tapi pedes! Kau terpendek tapi menguras emosi! Mungkin aku akan kembali suatu saat nanti.
Komentar
Posting Komentar