3 minggu setelah berakhirnya trip ke Mt. Kaba, salah seorang temanku sebut saja dia Ares,
ngasihi kita kabar yang cukup brilian; “Nop, Agustus nanti Yuk Iry mau ke
Kerinci, yuk ikut kita 17-an disana?’ Tanpa pikir panjang ini dan itu, langsung
ku terima ajakan ini. Secara sudah ngidam banget kesini, ngidamnya dah kayak
orang baru hamil 2 bulan (lebay yak #gak pake ngences). Cuti yang awalnya sudah
di acc untuk ke Mahameru, akhirnya ku alihkan kesini. Yess, salah satu list
destinasiku kembali tercoret, dan ini benar-benar bonussssssss. Tak pernah
terbayangkan dan masuk dalam agendaku untuk mendaki atap Sumatera dalam tahun
ini.
Banyak persiapan yang mulai kami lakukan, mulai dari latihan
fisik (lari tiap hari #lari ya bukan lari dari kenyataan), membeli perlengkapan
dan peralatan yang akan di bawa, serta meeting
untuk kesiapan kami di hari H nanti.
Sebetulnya, ide ke Kerinci dimulai dari seorang (sebut saja
Yuk Iry) yang ingin berfoto di puncak menggunakan toga (biar kelihatan anti mainstream gitu), lalu dengan cepat
ia tularkan bisa racun kedua orang lainnya (Kak Ares and me).
Belanja Buk? |
Sampai H-3, ternyata Kak Ares berhasil menebarkan racun lagi
kedua orang lainnya (Kak Alman dan Sadat), serta Kucai (anak Mapala Junior,
adik tingkat Yuk Iry) juga berhasil membawa seorang teman wanitanya (Ajeng).
Singkat cerita personil pendakian Kerinci ini berjumlahkan 7 orang, yang
terdiri dari 3 wanita seterongg, dan 4 pria jola-jola (upsss.. sorry, maksudnya perkasa).
Oh ya, ini adalah pengalaman pertama mendaki the highest volcano in Indonesia bagi
Kak Alman, Sadat, Kak Ares, dan juga Ajeng. Dengan kata lain, mereka belum ada
riwayat mendaki sebelumnya.
Ok fine, Langsung
sajaaa….
Senin, 14 Agustus,
pk. 18.00, Mepo at Kontrakan Yuk Iry (Belakang Museum Balaputra Dewa)
Perjalanan ke Desa Kersik Tuo (titik awal pendakian), kami
tempuh dengan menggunakan mobil pribadi. Niatnya di hari itu sih ngumpul jam 6,
langsung packing dan berangkat jam 7,
dengan alasan supaya Kak Sup (Sadat) bisa banyak beristirahat di jalan kalau
kecapekan. Secara waktu yang di tempuh (jalur darat) dari Palembang menuju ke
Kersik Tuo memakan waktu kurang lebih 24 jam. Tapi apa daya dasaran wong
Palembang sukanya ngaret. Kita semua akhirnya bisa ngumpul sekitar jam 8, repacking dan akhirnya baru bisa berangkat
sekitar jam setengah 10 malam. #Belum juga naik gunung, sudah di-PHP-in sama
mantan, mantan musuh, eh maksudnya teman. Hiks, sedihnya….
Selasa, 15
Agustus, pk. 23.30, tiba di Paiman Homestay
Setibanya kami di homestay, kami berberes sebentar dan
langsung mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat. Oh ya guys sekedar
info, Paiman Homestay adalah homestay yang paling lama berdiri (basecamp bagi
para pendaki) sejak 4 Februari 1979 (aye belum lahir, emak bapak aye belum juga
pacaran kali yak, LOL). View homestay
ini, berhadapan langsung dengan sisi dari gunung Kerinci. Tampak jelas kebun
teh yang hijau terhampar luas menutupi kaki gunung. Udara disini tak pernah ku jumpai
di kotaku, begitu sejuk dan juga dingin yang mengharuskan kami tidur
menggunakan selimut tebal atau Sleeping
Bag.
Rabu, 16 Agustus
2017
Pk. 05.00,
kami semua bangun dan repacking barang-barang
kami (bawalah seperlunya saja, sisanya tinggalkan, tapi juga jangan lupa untuk
dibawa pulang). Setelah semuanya siap, sebelum kami mulai pendakian ini, kami
mengisi perut dengan sarapan pagi, dan memulai pendakian ini tepat pada pukul
08.00. Dari Tugu Macan ke pos registrasi pendakian sebetulnya cukup jauh,
bersyukur ada orang baik yang lewat dan menawarkan bantuan untuk naik ke
mobilnya. (Kebayang gak, naik mobil waktunya 10 menit, gimana kalau kita jalan
kaki dengan tas segede gaban, jangan-jangan belum sampai puncak udah teler
duluan). Setelah selesai registrasi, perjuangan kami masih belum selesai untuk
sampai ke Pintu Rimba, kami harus melewati lagi jalan beraspal dengan pemandangan
kanan dan kiri ladang penduduk. Setelah berjalan cukup jauh kurang lebih 10
menit, lagi-lagi kami ketiban rejeki, kami ditumpangi lagi oleh penduduk
setempat untuk diantarkan langsung sampai ke Pintu Rimba (free).
Sah? Sah!!! |
Pintu Rimba – Pos
1 (1.900 mdpl)
Sepanjang perjalanan menuju pintu rimba, kita akan melewati
ladang warga yang cukup luas, dan treknya cukup menguras energi (keliatannya
landai, tapi nanjak terus). Kurang lebih 20 menit berjalan, dengan trek yang
cukup landai kita akan sampai di pos 1.
Pos 1 – Pos 2
(2.000 mdpl)
Perjalanan menuju pos 2, ditempuh lebih kurang 30 menit
dengan trek yang masih landai dan tanah lembek, dan di pos ini bisa kita
beristirahat sejenak.
Pos 2 – Pos 3
(2.250 mdpl)
Perjalanan menuju pos 3 memakan waktu lebih kurang 45 menit,
dengan jalur yang sudah sedikit menanjak dengan jalur tanah yang cukup lembek.
Sesampainya kami di pos ini, kami memutuskan untuk makan
siang dengan bekal yang sudah kami bawa dari bawah dan rehat sejenak. Di pos 3
terdapat sumber mata air, airnya segar berasa baru keluar dari kulkas. Supaya
makin segar, kami tambahkan jas-jus (makin-makinlah segarnya).
Pos 3 – Shelter 1
(2.500 mdpl)
Puas dan kenyang makan, kami melanjutkan perjalan kami dari
pos 3 menuju Shelter 1. Jalur untuk sampai ke Shelter 1 dapat ditempuh kurang
lebih selama 2.5 jam dengan melewati hutan tropis dan juga trek yang cukup
nanjak. Disini masih banyak bonus yang bisa kita rasa. Para pendaki juga bisa
mendirikan tenda disini karena Shelter 1 berupa tanah lapang yang cukup luas. Aktivitas
yang kami lakukan sesampainya di Shelter 1 ialah berselfie ria dan juga
beristirahat (asikin aja dah pokoknya, walaupun badan terasa capek mikul tas bawaan).
Shelter 1 –
Shelter 2 (2.950 mdpl)
Dari Shelter 1 ke Shelter 2, jalur yang kita tempuh sudah
menanjak dari jalur sebelumnya. Emosi dan tenaga semakin terkuras. Perjalanan
sudah semakin berat, beban tak juga berkurang, ditambah lagi dengan accident yang tidak diharapkan. Di mulai
dari suka jalan sendiri sendiri (misah dari tim), puncaknya sampai Kak Sup yang
hampir kehilangan kunci mobil dan HPnya. (Yaudahlah ya, ga perlu diceritakan
detail, mungkin semua sensian pas lagi bawaan capek. Tapi yang jelas di tempat
ini, aku sendiri juga hampir-hampir putus asa). Perasaan takut ga bisa nenda di
Shelter 2 yang katanya sudah penuh, ditambah kegelapan malam yang hampir
menyambut, dan juga kondisi mental dan emosi kami yang sudah semakin down. Waktu yang tempuh untuk sampai ke
Shelter 2 cukup panjang sekitar 4.5 jam. Beruntung Kak Alman yang sudah naik
duluan (sedari dulu #elle…) mendapatkan 2 lahan yang gak baik-baik banget untuk
mendirikan tenda (tanah miring, disamping jurang, waktu tidur berasa kayak main
prosotan). Tapi jadilah, daripada harus numpang di tenda dan tidur sama orang
lain, kan masih lebih baik begitu.
Di malam yang dingin itu, emosi juga ikut membeku dan belum
juga mencair. (-END- #kisah cukup dikenang dalam hati)
Kamis, 17 Agustus
2017
Shelter 2 –
Shelter 3 (3.200 mdpl)
Pagi membangunkan kami pada pukul 02.00 dini hari. Di tengah
keletihan dan emosi yang turun naik, sebetulnya kami ragu untuk summit attack di hari itu. Berpasrah
saja, karena puncak tidak akan lari, namun tidak juga mendekat kalau tidak
didekati. Tepat pk. 03.00, Kucai membangunkan kami: ‘Yuk, jadi muncak? Di tenda
sebelah, sudah siap untuk naik.’ Aku sih yes! Semua tergantung Kak Sup. Kak Sup
menyambutnya dengan siap, dan itu membawa kami untuk mempersiapkan diri mendaki
di pagi itu. Setelah semua siap, pk. 04.15, kami mulai perjalanan kami dari
Shelter 2 menuju Shelter 3. Pagi itu, hujan cukup deras mengiringi langkah kaki
kami melewati trek yang begitu berat, dan tak ada bonus (0.1% bonus, 99.9%
nanjak teruss). Dengan penerangan seadanya, dan extra hati-hati, kaki kecil
kami dengan perlahan mengantar kami untuk tiba ke Shelter 3 tepat pukul 06.10.
Guratan indah Sang Surya sudah nampak diketinggian, seolah menyambut kami dengan
hangat. Ini membuatku semakin bersemangat untuk cepat berlari (lari dari kenyataan
#serius).
Sesampainya kami di Shelter 3, alam menyuguhkan pemandangan
yang begitu cantik. Berhubung cuaca saat itu rada-rada mendung, kami tak bisa
melihat danau gunung 7 yang konon ceritanya bisa terlihat jelas di Shelter ini.
Shelter 3 adalah shelter yang paling luas bagi para pendaki jika
ingin mendirikan tenda. Namun, di daerah ini sudah tidak ada lagi pepohonan
atau hutan. Jadi, jika ingin mendirikan tenda harap berhati-hati dengan ancaman
badai angin. Cukup lama kami menikmati pemandangan di Shelter 3 ini, kamipun
memutuskan untuk segera naik menggapai puncak. Konon juga katanya, di atas jam
10 pagi, belerang akan naik ke atas, dan itu bisa membuat para pendaki sulit
bernafas.
Shelter 3 – Puncak
(3.805 mdpl)
Dari Shelter 3 menuju puncak kami tempuh dengan waktu kurang
lebih 4 jam dengan jalur berbatu, berpasir, ditambah dengan gerimis kecil dan
kabut cukup tebal. Melewati jalur ini kami harus extra hati-hati dan begitu
sangat pelan karena tempat dimana kaki kami berpijak bisa saja bergeser. Di
area ini sudah tidak ada lagi pohon untuk berpegang, hanya kaki dan tangan yang
bisa dijadikan tumpuan seluruh tubuh. Setelah 3 jam berjalan, sampailah kami di
Tugu Yudha. Tugu untuk mengenang pendaki yang katanya hilang (Yudha) dan belum
juga ditemukan sampai saat ini. Tak lama kami beristirahat di tempat ini, kami langsung memutuskan untuk naik ke puncak yang katanya tinggal sedikit lagi. Sedikit lagi apanya, sedikit laginya di gunung itu bisa berjam-jam. Ya, dari Tugu Yudha ke puncak kerinci memakan waktu hampir sejam.
Dengan bekal seadanya alias bekal yang tersisa, kami tetap lanjutkan perjalan kami. Di luar ekspektasiku, perjalanan kami ini begitu panjang, dengan sarapan kami begitu sedikit (aye hanya makan dua sendok mie), aku ragu untuk sampai ke puncak. Hebatnya, makanan yang dibawa selama perjalanan sedikit jumlahnya, alhasil terkadang perut mulai terasa berdendang di tengah perjalanan. Tak khayal, temanku mengalami sakit maag (kambuh) sebelum sampai puncak. Dengan perjuangan sangat extra, 3 promag berhasil membawanya untuk naik ke Puncak Kerinci bersama kami. Sekitar setengah jam kami di atas, kami putuskan untuk turun dikarenakan bau belerang yang menang betul terasa menekan tenggorokan.
Perjuangan kami tak sampai disitu, kami turun tidak berbekal makan dan minum (habis), sedangkan temanku juga harus menahan maagnya yang sering kali kambuh. Sepanjang perjalanan (khususnya aku) persis bak pengemis, dari minta-minta promag sampai minta makan dan minum. HAHAHA, perjalanan ini adalah perjalanan yang tak akan pernah ku lupa, pernuh cerita dan drama. Bersyukur, lagi-lagi kami bertemu dengan 3 pendaki yang baik hati yang cukup membantu, dan rela direpotkan membongkar ‘kulkasnya’ demi mencari mylanta.
Perjalanan untuk sampai kembali ke Shelter 2 cukup berat, dengan medan yang berat, juga harus pelan-pelan menemani teman kami yang sedang sakit. Dimana-mana biasanya waktu untuk turun lebih cepat ketimbang naik, kalau perjalananku kali ini justru berkebalikannya. Waktu yang kami tempuh untuk sampai ke shelter 2 dari puncak jauh lebih lama ketimbang waktu naiknya. Perjalanan 5.5 jam yang begitu panjang, dan berkesan untukku. Pukul 17.30 kami pun tiba di Shelter 2, dan rasa syukur, bahagia, dan haru langsung terekspresi dariku. Dan hari itu, kami putuskan tidak langsung turun, dan masih bermalam di Shelter 2, dikarenakan cuaca hujan dan fisik yang sudah kelelahan.
Dedek lelah, Yuk.. |
Dengan bekal seadanya alias bekal yang tersisa, kami tetap lanjutkan perjalan kami. Di luar ekspektasiku, perjalanan kami ini begitu panjang, dengan sarapan kami begitu sedikit (aye hanya makan dua sendok mie), aku ragu untuk sampai ke puncak. Hebatnya, makanan yang dibawa selama perjalanan sedikit jumlahnya, alhasil terkadang perut mulai terasa berdendang di tengah perjalanan. Tak khayal, temanku mengalami sakit maag (kambuh) sebelum sampai puncak. Dengan perjuangan sangat extra, 3 promag berhasil membawanya untuk naik ke Puncak Kerinci bersama kami. Sekitar setengah jam kami di atas, kami putuskan untuk turun dikarenakan bau belerang yang menang betul terasa menekan tenggorokan.
Perjuangan kami tak sampai disitu, kami turun tidak berbekal makan dan minum (habis), sedangkan temanku juga harus menahan maagnya yang sering kali kambuh. Sepanjang perjalanan (khususnya aku) persis bak pengemis, dari minta-minta promag sampai minta makan dan minum. HAHAHA, perjalanan ini adalah perjalanan yang tak akan pernah ku lupa, pernuh cerita dan drama. Bersyukur, lagi-lagi kami bertemu dengan 3 pendaki yang baik hati yang cukup membantu, dan rela direpotkan membongkar ‘kulkasnya’ demi mencari mylanta.
3 Musafir yang baik hati |
Perjalanan untuk sampai kembali ke Shelter 2 cukup berat, dengan medan yang berat, juga harus pelan-pelan menemani teman kami yang sedang sakit. Dimana-mana biasanya waktu untuk turun lebih cepat ketimbang naik, kalau perjalananku kali ini justru berkebalikannya. Waktu yang kami tempuh untuk sampai ke shelter 2 dari puncak jauh lebih lama ketimbang waktu naiknya. Perjalanan 5.5 jam yang begitu panjang, dan berkesan untukku. Pukul 17.30 kami pun tiba di Shelter 2, dan rasa syukur, bahagia, dan haru langsung terekspresi dariku. Dan hari itu, kami putuskan tidak langsung turun, dan masih bermalam di Shelter 2, dikarenakan cuaca hujan dan fisik yang sudah kelelahan.
Jumat, 18 Agustus
2017 – Shelter 2 – Homestay Paiman
Pagi yang cerah itu membangunkan kami pk. 06.00, tampak
samar gunung 7 terlihat dari kejauhan, dan indah nian terdengar suara kicauan
burung pagi itu. Ajeng dan Kak Ares menunjukkan terampilnya dengan memasak,
sedangkan kami yang lain segera berberes untuk segera turun. Tepat pk. 10.00
kami mulai bergerak meninggalkan Shelter 2.
Dikarenakan hujan turun semalam-malaman, alhasil tanah lembek yang kami lewati berubah menjadi kubangan lumpur. Langkah kaki kami menjadi begitu sangat lambat, seolah sedang ngebajak sawah (aye sampe nyungsep 2 kali coy sangking dramanya, kalau saat itu bisa nyanyi untuk ngilangin rasa malu bolehlah aye nyanyi gini : ‘aku terjatuh dan langsung bangkit lagi, aku tenggelam dalam lumpur sangat dalam. Lalalala~, Plak!!!! Fokus!’
Akhirnya sekitar pk. 13.30 kami tiba di Shelter 1. Cukup lama kami beristirahat di Shelter ini sambil guling-gulingan di lumpur. Puas istirahat kami lanjutkan perjalanan menuju Pintu Rimba, dan akhirnya kami tiba dengan selamat sekitar pk. 18.40. Langsung saja, ketika lihat makanan di emperan dekat pintu rimba, berasa kayak gak makan seminggu, langsung saja kami samperin dan menikmati nikmatnya nasi goreng pedas penuh minyak sampai habis. Tak hanya sampai disitu, setelah turun sampai ke tugu macan pun, bakso dan nasi padang juga mengantri untuk segera dipadatkan di perut. Betapa terasa nikmatnya dan semakin bersyukurnya aku bisa makan (lagi dan banyak). Semua makanan yang ku makan saat itu, benar-benar terasa enak poll (3 porsi untuk sekali makan, cc: Kak Ares).
Dikarenakan hujan turun semalam-malaman, alhasil tanah lembek yang kami lewati berubah menjadi kubangan lumpur. Langkah kaki kami menjadi begitu sangat lambat, seolah sedang ngebajak sawah (aye sampe nyungsep 2 kali coy sangking dramanya, kalau saat itu bisa nyanyi untuk ngilangin rasa malu bolehlah aye nyanyi gini : ‘aku terjatuh dan langsung bangkit lagi, aku tenggelam dalam lumpur sangat dalam. Lalalala~, Plak!!!! Fokus!’
Akhirnya sekitar pk. 13.30 kami tiba di Shelter 1. Cukup lama kami beristirahat di Shelter ini sambil guling-gulingan di lumpur. Puas istirahat kami lanjutkan perjalanan menuju Pintu Rimba, dan akhirnya kami tiba dengan selamat sekitar pk. 18.40. Langsung saja, ketika lihat makanan di emperan dekat pintu rimba, berasa kayak gak makan seminggu, langsung saja kami samperin dan menikmati nikmatnya nasi goreng pedas penuh minyak sampai habis. Tak hanya sampai disitu, setelah turun sampai ke tugu macan pun, bakso dan nasi padang juga mengantri untuk segera dipadatkan di perut. Betapa terasa nikmatnya dan semakin bersyukurnya aku bisa makan (lagi dan banyak). Semua makanan yang ku makan saat itu, benar-benar terasa enak poll (3 porsi untuk sekali makan, cc: Kak Ares).
Perjalanan yang cukup melelahkan, penuh cerita, dan penuh
pesona. Namun, pesonamu hai.. Atap Sumatera sungguh memikat hatiku untuk
kembali. Salam lestari, jangan lupa bawa turun sampahmu! “Kalau anda bukan
PENDAKI sembarangan, maka jangan buang SAMPAH sembarangan!”
Bonus PERJALANAN Desa Kersik Tuo - Palembang :
Bonus PERJALANAN Desa Kersik Tuo - Palembang :
x
Komentar
Posting Komentar